Pejabat Sembunyikan Uang di Rekening Negara

Jika mengarah ke korupsi, akan diteruskan ke penegak hukum.

Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mensinyalir banyak pejabat daerah yang menyimpan uang pribadi di rekening milik pemerintah. Sehingga, seolah-olah dana tersebut merupakan milik instansi.

Saya duga, mungkin kalau bank melihat rekening pribadi itu atas nama instansi, tidak perlu dilaporkan, kata Yunus di Istana Merdeka kemarin.

Dia menjelaskan pejabat daerah seperti kepala kantor wilayah atau bendahara membuka rekening atas nama instansi tempatnya bekerja. Kemudian, mereka memasukkan dan mengeluarkan uang pribadi di rekening tersebut. Uang yang keluar-masuk itu seperti transaksi instansinya. Padahal sebenarnya merupakan uang pribadi.

Menurut Yunus, modus tersebut berbeda dengan sebelumnya. Dahulu banyak pejabat yang justru menyimpan uang negara di rekening pribadi. Sekarang yang terjadi sebaliknya. Jadi ada pergeseran, katanya.

Dia mengaku tidak ingat berapa total nilai uang para pejabat daerah yang dimasukkan ke rekening negara, juga pejabat dari daerah mana saja yang banyak melakukan modus baru tersebut. Pokoknya ada di beberapa daerah.

Jika indikasi ini mengarah ke tindak pidana korupsi, dia menegaskan PPATK akan meneruskannya ke penegak hukum. Saya minta itu ditindaklanjuti.

Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Departemen Keuangan Hekinus Manao mengatakan rekening pemerintah atau instansi hanya digunakan untuk penerimaan atau pengeluaran uang negara. Hal ini sudah diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Dia menegaskan, jika ada pejabat negara yang menggunakan rekening pemerintah untuk keperluan pribadi, si pejabat akan dikenai sanksi administratif.

Bahkan kalau disertai niat mencari keuntungan dan negara dirugikan, akan berlaku ketentuan tindak pidana korupsi, kata Hekinus.

Salah satu pasal dari ketentuan itu antara lain menyebutkan bahwa pemimpin ataupun pejabat departemen/lembaga/pemerintah daerah tidak diperkenankan melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja negara untuk tujuan lain dari yang ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.

Menurut Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Juntho, PPATK harus segera menyetorkan temuan soal modus baru pembukaan rekening pejabat daerah ke penegak hukum.

Jika harus menunggu apakah memenuhi korupsi atau tidak terlebih dulu, keburu dihilangkan alat buktinya.

Emerson menilai penggunaan rekening pemerintah untuk kepentingan pribadi merupakan tindakan penyalahgunaan kewenangan. Artinya, satu syarat tindak pidana korupsi sudah terpenuhi.

Apakah tindakan itu merugikan keuangan negara atau tidak, dia melanjutkan, Itu harus dibuktikan dalam penyidikan. Minimal sudah mencurigakan.

Namun, Emerson mengaku pesimistis temuan itu bakal berujung ke pengadilan. Pasalnya, selama ini temuan PPATK selalu mentok di aparat penegak hukum. Apalagi jika temuan itu diteruskan ke penyidik di daerah. Penegakan hukum di daerah masih memprihatinkan, katanya.AGOENG WIJAYA l FANNY FEBIANA | AGUS SUPRIYANTO

Sumber: Koran Tempo, 19 Juli 2007
----------
Rekening Instansi Dipakai Pribadi
Dephuk dan HAM Bersikukuh

Ada modus baru dari sejumlah pejabat untuk menghindarkan diri dari kewajiban melaporkan kekayaan yang diperolehnya. Jika sebelumnya para pejabat membuat rekening pribadi untuk menaruh uang yang diperolehnya, sekarang uang itu disimpan di rekening instansi.

Saya lihat banyak kasus di daerah. Kalau dulu orang menaruh uang pemerintah di rekening pribadi, tetapi sekarang menaruh uang pribadi atas nama instansi atau seolah-olah nama instansi supaya tidak dilaporkan, ujar Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein seusai menandatangani nota kesepahaman tentang pencucian uang dengan Selandia Baru di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (18/7).

Yunus belum mengetahui jumlah temuan pejabat di daerah yang memanfaatkan rekening instansi untuk aliran uang yang diperolehnya. Temuan diperoleh dalam compliance audit terhadap bank dan nonbank yang rutin dilakukan PPATK.

Pokoknya, di daerah ada beberapa. Tahun ini ada semacam pergeseran. Misalnya, dia pegang satu jabatan, dibukalah rekening. Kemudian dia taruh duit di sana, keluar masuk dia sendiri yang pegang seolah-olah rekening instansi. Itu kami temukan dalam compliance audit terhadap bank dan nonbank yang kami lakukan, lanjutnya.

Terhadap modus baru yang ditemukan, sejauh ini PPATK belum menemukan indikasi pidana. Namun, jika dalam penelusuran selanjutnya indikasi itu ditemukan, PPATK akan meneruskan temuannya ke penegak hukum.

Menyangkut penggunaan rekening pribadi untuk menampung uang pemerintah, PPATK akan bertanya kepada Departemen Dalam Negeri.

Departemen Dalam Negeri bilang, kalau uang negara ditampung di rekening pribadi itu enggak bener, ujarnya.

Bersikukuh
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalatta bersikukuh mempertahankan sejumlah rekening dari 82 rekening yang tidak dilaporkan, hasil temuan Departemen Keuangan. Rekening ini diperlukan untuk menampung dana pihak ketiga yang juga dana negara.

Hal tersebut dikemukakannya, Rabu, saat dimintai konfirmasi mengenai instruksi Badan Pemeriksa Keuangan untuk menutup 214 rekening (termasuk di antaranya 82 rekening di Dephuk dan HAM). Selain di Dephuk dan HAM, rekening tersebut juga terdapat di Departemen Kesehatan, Departemen Pertahanan, Departemen Agama, dan Departemen Dalam Negeri (Kompas, 18/7).

Menurut Andi, pihaknya tidak akan menutup 48 rekening yang berisi uang titipan dari Balai Harta Peninggalan. Itu harus ada rekening khusus karena itu uang negara juga. Itu titipan, ujarnya.

Dari 82 rekening yang ditemukan Depkeu itu, 48 rekening merupakan titipan uang dari pihak ketiga, empat rekening milik bendahara, serta lima rekening lain tidak jelas dan sudah ditutup.

Andi menegaskan tidak akan melakukan peninjauan lagi atas rekening-rekening itu karena sudah dilaporkan dan dicantumkan dalam neraca/laporan keuangan Dephuk dan HAM.

Sebanyak 25 rekening bukan milik Dephuk dan HAM, 20 di antaranya atas nama pengadilan negeri dan sudah diklarifikasi Mahkamah Agung. (INU/ANA)

Sumber: Kompas, 19 Juli 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan