Pengadaan Buku oleh BRR Disidangkan

Pengadilan Negeri Banda Aceh, Kamis (12/4), menggelar sidang pertama perkara pengadaan buku oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias yang terindikasi korupsi. Sidang dipimpin Hakim Ketua Mas Hushendar dan menghadirkan dua terdakwa Achyarmansyah Lubis dan Hendrawan Diandi. Kedua terdakwa ini hingga sekarang masih tercatat sebagai karyawan BRR.

Jaksa Mukhlis dalam dakwaannya menyebutkan, kedua terdakwa melakukan beberapa perbuatan memperkaya diri, yang dapat merugikan negara hingga Rp 480 juta. Perbuatan itu berkaitan dengan pengadaan buku BRR berjudul Membangun Tanah Harapan yang dicetak pada April 2006, dengan biaya percetakan yang jauh di atas harga normal.

Perbuatan para terdakwa ini diancam pidana Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 Pasal 64 jo Pasal 55 tentang tindak pidana korupsi. Selesai pembacaan surat dakwaan, sidang ditutup dan sidang akan diteruskan pada 30 April mendatang.

Achyarmansyah dan Hendrawan sebenarnya telah ditetapkan sebagai tersangka sejak September 2006, tetapi mereka tidak ditahan. Keduanya telah mengembalikan uang sebesar yang didakwakan pada 26 Maret lalu. Saat ini uang yang menjadi barang bukti persidangan itu disimpan pada salah satu bank.

Unjuk rasa
Sementara sidang berlangsung, kemarin puluhan mahasiswa berunjuk rasa di depan Kantor DPRD Nanggroe Aceh Darussalam. Mereka meminta DPRD NAD mendesak pemerintah pusat agar menghadirkan auditor internasional guna memeriksa semua dana yang dikelola BRR.

Menurut koordinator aksi bernama Irwansyah Putra, aksi itu mereka lakukan karena dugaan penyimpangan di tubuh BRR Aceh-Nias itu belum ditangani optimal. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) belum menyentuh BRR, katanya.

Mereka juga menilai gaji para karyawan BRR yang besar tidak sepadan dengan kinerja BRR. Mengutip laporan resmi dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Khusus Banda Aceh, Irwansyah menyebutkan gaji Ketua BRR sekitar Rp 60 juta, deputi Rp 50 juta, manajer Rp 35 juta, direktur Rp 28 juta, dan staf yang paling rendah sekitar Rp 7 juta. BRR juga menggaji staf ahli khusus dari Australia Rp 519 juta per bulan. Dengan jumlah pegawai BRR mencapai 1.200-an orang, dana kemanusiaan yang terserap untuk gaji saja sangat tinggi, katanya.

Juru Bicara BRR Mirza Keumala mengatakan, sejauh ini telah ada mekanisme pengawasan terhadap BRR melalui Badan Pengawas BRR, DPR, dan juga BPK. Jika memang negara menginginkan auditor internasional silakan saja, kata dia.

Terkait gaji, Mirza mengatakan, karyawan BRR direkrut berdasarkan proyek dan setelah kontrak habis bisa langsung dilepas. Untuk mendatangkan orang terbaik, terutama pada masa awal yang berat, dibutuhkan gaji yang sepadan, kata Mirza menjelaskan. (AIK)

Sumber: Kompas, 13 April 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan