Pengawasan Hakim; MA-KY Harus Buat Rumusan
Fungsi pengawasan hakim yang selama ini dijalankan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial seharusnya bisa berjalan seiring. Namun dalam praktiknya, kedua lembaga negara itu terkesan tidak bisa bekerja sama dalam mengawasi kinerja hakim di Indonesia.
Menurut Ketua Muda Mahkamah Agung urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Paulus Effendi Lotulung, baik Mahkamah Agung maupun Komisi Yudisial seharusnya duduk satu meja untuk merumuskan mekanisme pengawasan kekuasaan kehakiman. Selama ini MA dan KY tidak pernah duduk satu meja untuk merumuskan mana batas- batas kewenangan kedua lembaga, ujar Paulus, Rabu (31/5).
Menurut dia, di berbagai negara ada lembaga semacam Komisi Yudisial yang tugasnya menjaga kebebasan, independensi hakim serta menjaga akuntabilitas publik. Tetapi sejauh mana mengawasi tingkah laku hakim ini. Apa sampai masuk ke putusan-putusan dan pemeriksaan perkara, ujar Paulus.
Paulus mengakui, banyak keluhan masyarakat atas hakim yang memutus perkara secara tidak adil, termasuk keluhan Indonesian Corruption Watch atas 133 hakim yang membebaskan terdakwa korupsi. Menurut Paulus, pengawasan eksternal merupakan hal wajar. Itu sah-sah saja. Begitu perkara diputus hakim dan berkekuatan hukum tetap, itu sudah jadi domain publik. Semua boleh berkomentar asal jangan fitnah, ujarnya.
Sementara itu, hakim di Pengadilan Negeri Medan Binsar Gultom mengakui ada ketidakjelasan pengawasan. Pengawasan eksternal Komisi Yudisial dinilainya telah mencampuri independensi hakim. Namun di sisi lain, pengawasan internal MA juga terlihat defensif, setelah ada gejolak baru bertindak, katanya. (bil)
Sumber: Kompas, 2 Juni 2006