Pengumpulan Dana Rekanan Perintah Ketua KPU

Kepala Biro Keuangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hamdani Amin mengungkapkan dana yang dikumpulkan dari rekanan KPU senilai Rp4,667 miliar dan US$1,538 juta atas perintah Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin.

Hal itu diungkap Hamdani pada persidangan pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.

Hamdani menyesalkan adanya perintah soal pengumpulan dana dari rekanan itu. Sebab menurutnya, perintah yang juga dinilainya sangat berat itu adalah perintah yang salah.

Keseluruhan dana rekanan yang terkumpul nantinya digunakan untuk kesejahteraan anggota KPU, ungkap Hamdani menanggapi pertanyaan salah satu anggota Majelis Hakim I Made Hendra soal seputar dana rekanan tersebut.

Uang yang terkumpul itu menurutnya hanya disimpan dalam brankas miliknya. Dana tersebut menurutnya berasal dari beberapa rekanan di antaranya PT Pos Indonesia, untuk pengantaran barang dan PT Astra untuk asuransi kendaraan.

Sedangkan mengenai peningkatan kesejahteraan anggota KPU tersebut, menurut Hamdani pernah disinggung Ketua KPU. Pada November 2004, Ketua KPU mengingatkan mengenai pembahasan kesejahteraan anggota KPU yang pernah dibahas dalam rapat KPU di Puncak (Bogor) beberapa waktu sebelumnya, ungkapnya.

Kemudian uang dari rekanan itu diberikan Hamdani ke setiap anggota KPU lainnya. Sehingga, lanjutnya, semua anggota KPU mengetahui adanya dana pada proses pelaksanaan Pemilu 2004 tersebut berasal dari rekanan KPU, termasuk dana dalam bentuk dolar.

Walau anggota KPU tersebut tidak mengakuinya, menurut Hamdani, apa yang disaksikannya adalah benar. Dan hanya Tuhan dan saya yang mengetahuinya, ungkap Hamdani.

Kutuk jaksa

Sementara itu, dalam persidangan kasus suap di Pengadilan Tinggi (PT) DKI dengan terdakwa Wakil Panitera PT DKI Jakarta Ramadhan Rizal dan Panitera Muda PT DKI Jakarta M Soleh, penasihat hukum terdakwa mengutuk jaksa.

Awalnya Indra menilai tim jaksa tidak profesional dalam membuat tuntutan dan tidak bisa menghadirkan saksi yang berkualitas selama persidangan.

Akhirnya saya meminta supaya jaksa penuntut umum diberhentikan saja dari pekerjaannya, katanya dalam persidangan di Pengadilan Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.

Ketua Majelis Hakim Gusrizal sempat mengingatkan Indra agar bersikap sopan dalam persidangan. Namun, hal itu masih belum mempan di telinga pengacara itu. Dan, hujatan pun ditambah dengan sumpah serapah dari Indra. Saya doakan semoga Tuhan mengutuk jaksa penuntut umum, istri, dan anaknya, karena telah menganiaya terdakwa kami, Ramadhan Rizal, kata Indra berapi-api.

Rupanya Indra masih penasaran mengapa tim jaksa tidak berhasil menghadirkan Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Sumatra Utara Said Salim, terkait pemberian tas hitam berisi uang senilai Rp249,9 juta. Menurutnya, justru Said Salim yang dinilai sangat perlu didengar keterangannya dalam memberikan saksi di persidangan.

Hal lainnya, menurut Indra, adalah para saksi yang dihadirkan hanya cukup mengetahui bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap basah praktik uang di pengadilan. Tapi, mereka tidak tahu-menahu adanya suap-menyuap yang terjadi, ungkapnya.

Sementara itu, penasihat hukum terdakwa M Soleh atau terdakwa II, Firman Wijaya, menilai beberapa saksi yang dihadirkan di persidangan tidak dapat dijadikan bahan pertimbangan. Sejumlah saksi seperti Wisnu Baroto dan Marlinda Puteh, istri Abdullah Puteh, tidak melihat langsung kejadian seperti yang didakwakan kepada kliennya, ungkap Firman.

Atas hal tersebut, kedua penasihat hukum terdakwa meminta Ketua Majelis Hakim Gusrizal menolak tuntutan jaksa. Dan meminta majelis hakim untuk menyatakan bahwa terdakwa I dan terdakwa II tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana, sebagaimana yang didakwakan pada Pasal 5 ayat 2 UU 31/1999 jo UU 20/2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, kata Firman. (CR-51/J-1)

Sumber: Media Indonesia, 28 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan