Pengusutan Dugaan Korupsi di Banten Terhenti

Kejaksaan Tinggi Banten tak lagi memeriksa dugaan korupsi oleh 14 pejabat Banten. Alasannya, wewenang memeriksa para pejabat tersebut kini berada di tangan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung.

Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi Adjat Sudrajad, Kejaksaan Tinggi belum menetapkan satu pun pejabat sebagai tersangka. Namun, dia tak lagi berwenang menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Banten 2004-2006. Tidak etis kalau saya tanya ke Kejaksaan Agung bagaimana kelanjutannya? kata dia di Banten kemarin.

Kejaksaan telah memeriksa 14 pejabat Banten dalam dugaan korupsi ini pada 8 Maret lalu. Kasus ini bermula dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan. Temuan tersebut mengindikasikan dugaan penyelewengan APBD Banten pada 2004, 2005, dan 2006.

BPK menemukan penyimpangan APBD Banten 2006 sebesar Rp 3,6 miliar. Penyimpangan ini berindikasi merugikan daerah Rp 3,3 miliar serta kekurangan penerimaan daerah sebesar Rp 289,5 juta.

Pada 2005, BPK menemukan 19 proyek ganjil. Nilai temuan BPK sebesar Rp 86,2 miliar, yang terdiri atas indikasi kerugian daerah sebesar Rp 8,07 miliar, berindikasi kekurangan penerimaan keuangan sebesar Rp 5,18 miliar, dan penyimpangan administrasi sebesar Rp 72,9 miliar.

Para pejabat Banten yang telah diperiksa, antara lain, Sekretaris Daerah Banten Hilman Nitiamidjaja, Sekretaris Daerah Kabupaten Serang R.A. Syahbandar, Kepala Biro Keuangan Banten Eutik Suharta, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Banten Shaleh, serta mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Banten Widodo Hadi.

Organisasi pemantau korupsi di Banten, Aliansi Independen Peduli Publik, mencurigai kasus ini sengaja dihentikan. Kami curiga kasus ini dipetieskan, kata Suhada, ketua aliansi itu, kemarin. Suhada mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih pengusutan dugaan korupsi oleh 14 pejabat tersebut. Percuma ditangani kejaksaan, katanya. Faidil Akbar

Sumber: Koran Tempo, 4 Juni 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan