Penyelesaian Utang BLBI Tunggu DPR

Belum ada titik temu antara para pengutang dan pemerintah.

Pemerintah akan mengkonsultasikan penyelesaian utang penerima bantuan dana melalui program Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dengan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pembahasan itu terutama menyangkut besaran utang, berikut cicilan pokok dan bunga, yang harus dibayar para pengutang.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, akhir pekan lalu dia telah mengirimkan surat permohonan kepada DPR untuk membahas masalah ini. Saya tidak mau ngomong dulu karena mau berkonsultasi dulu dengan Presiden dan DPR, kata Sri Mulyani seusai rapat koordinasi terbatas di Departemen Keuangan, Jumat malam lalu.

Dia menambahkan, pembahasan di DPR itu akan dilakukan secepatnya karena tenggat pembayaran utang 31 Desember 2006 semakin dekat.

Seperti diketahui, sampai saat ini penyelesaian utang penerima BLBI masih terkatung-katung karena adanya perbedaan perhitungan jumlah utang yang harus dibayar para pengutang. Para pengutang juga meminta sebagian utangnya bisa dilunasi dengan aset, tapi pemerintah belum mengambil keputusan.

Para pengutang ini menggunakan kesepakatan akta pengakuan utang awal yang dibuat dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional, sementara pemerintah telah mengubah isi perjanjian utang (reformulasi) tersebut melalui Departemen Keuangan.

Memang ada akta pengakuan utang awal dan reformulasi. Akan kami lihat lagi dari semuanya, ujar Sri Mulyani.

Pemerintah saat ini sedang menangani delapan pengutang penerima BLBI dengan perkiraan total utang pokok sekitar Rp 3,2 triliun. Delapan penerima BLBI itu Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian), Atang Latief (Bank Indonesia Raya), Omar Putihrai (Bank Tamara), Lidia Muchtar (Bank Tamara), Marimutu Sinivasan (Bank Putra Multi Karsa), Agus Anwar (Bank Pelita dan Bank Istimarat), serta James Januardy dan Adi Saputra Januardy (Bank Namura Internusa).

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Hendarman Supandji mengungkapkan belum ada titik temu antara para pengutang dan pemerintah. Pemerintah mengacu pada akta pengakuan utang reformulasi, tapi debitor mengacu pada akta pengakuan utang awal. Kalau debitor tidak mau bayar berikut denda, kan harus ada izin dari DPR, ujar Hendarman pada kesempatan yang sama. Sampai saat ini belum ada kesepakatan.

Menurut Hendarman, kalau batas waktu pembayaran 31 Desember 2006 terlewati, para pengutang itu akan tetap melalui proses hukum. Berkas yang siap baru satu, Atang Latief. Yang lain masih dalam penyelesaian, dilihat apakah perdata atau pidana, ujarnya.

Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat, Harry Azar Aziz, meminta pemerintah transparan menyampaikan data profil dan kewajiban delapan pengutang penerima BLBI.

DPR, dia menambahkan, siap membahas masalah ini dengan pemerintah. Hanya, tidak bisa dilakukan dalam masa persidangan ini karena 18 Oktober sudah memasuki masa reses. Jadi pembahasan baru bisa dilakukan pada masa sidang berikut setelah 15 November 2006, kata Harry kepada Tempo.

Bahkan anggota Komisi Keuangan, Andi Rahmat, memperkirakan pembahasan baru bisa dilakukan tahun depan karena DPR akan sangat berhati-hati. Rr Ariyani | Agus Supriyanto

Sumber: Koran Tempo, 16 Oktober 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan