Peradi akan Selidiki Ihza and Ihza

Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) segera mengumpulkan keterangan tentang kemungkinan pelanggaran kode etik advokat oleh Kantor Hukum 'Ihza and Ihza', kantor advokat yang mengurus pencairan uang Tommy Soeharto dari Bank Paribas Cabang London.

Sayangnya, seperti diakui Sekjen Persatuan Advokat Indonesia (Peradi), Harry Ponto, organisasi pengacara itu hanya memiliki otoritas terhadap individu, bukan kantor pengacara. ''Yusril melanggar Pasal 8 d UU Advokat. Dia bukan advokat (pengacara) tetapi namanya dicantumkan di papan nama kantor hukum,'' kata Harry Ponto dalam diskusi pencairan dana Tommy di Sekretariat Kontras, Senin (23/4).

Peradi telah berencana meminta keterangan Hidayat Achyar, pengacara Ihza & Ihza Associate yang menangani pencairan dana Tommy.

Nonpengacara yang membuka kantor hukum, diakui Harry tak hanya Yusril. Banyak mantan pejabat di institusi hukum yang melakukan hal serupa setelah memasuki masa pensiun. Dalam kesempatan itu, Harry mengaku menertibkan penerapan kode etik pengacara ini adalah tugas yang berat. ''Berhadapan dengan pejabat besar,'' kata dia.

Patra Zen dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersuara lantang atas pembiaran pemakaian rekening pemerintah untuk pencairan dana swasta milik perusahaan Tommy. United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia dengan UU 7/2006, kata Patra, tegas menggariskan bahwa tindakan Yusril dapat didefinisikan sebagai korupsi.

Patra mengklasifikasi tiga persoalan yang harus dijawab tegas oleh pemerintah dalam perkara ini. Ketiga persoalan itu dinilai Patra sebagai tameng yang dipakai Yusril. Pertama, Yusril mengatakan bukan hanya dia yang membuka kantor hukum, meskipun tak berlisensi pengacara. Kedua, Yusril berdalih dia hanya mendirikan kantor hukum tetapi tidak melakukan praktik pengacara. Ketiga, Yusril juga berkilah bukan hanya Tommy yang dia fasilitasi melalui kantor pengacaranya.

Kalaupun status nonpengacara Yusril masih kurang kuat untuk memperkarakan kepemilikan kantor hukum Ihza & Ihza Associate, Patra mengajukan wacana penerapan PP 6/1974 tentang pemberantasan kegiatan pegawai negeri sipil (PNS) dalam kegiatan swasta. ''Perlu dipertanyakan apakah menteri juga terikat dengan PP ini,'' katanya.

Sementara itu Yusron Ihza dari Ihza & Ihza Associate kepada Republika, menepis semua tudingan terhadap firmanya. Menurutnya, posisi Yusril hanya pemegang saham di firma hukum itu. Lagi pula, kantor hukum itu didirikan pada 2001 ketika Yusril tak lagi menjabat menteri. Awalnya pun, kata Yusron, nama kantor itu adalah Yusril Ihza Mahendra and Partners. Setelah Yusril kembali masuk ke Kabinet, namanya berubah menjadi Ihza & Ihza Associate. ''Nama Ihza, anak saya juga bernama Ihza, kakek saya juga Ihza,'' kilah Yusron.

Yusron menambahkan, izin pengacara hanya diperlukan bagi mereka yang berniat melakukan pembelaan di pengadilan. Toh, kata dia, pengacara tak berizin pun dapat membela klien di persidangan dengan menggunakan izin substitusi dari pengacara berlisensi.

Seperti diketahui, Tommy Soeharto mencairkan uang senilai 10 juta dolar AS atau setara Rp 90 miliar melalui rekening pemerintah dari BNP Cabang London ke perusahaan miliknya, Motorbike Coorporation. Pencairan tersebut dijamin oleh Departemen Hukum dan HAM. Bahkan, uang tersebut mengalir melalui rekening pemerintah di Bank Negara Indonesia (BNI).

Sedangkan pengurusan dokumen pencairan uang itu dilakukan oleh advokat yang tergabung dalam `Ihza and Ihza`, sebuah kantor hukum milik mantan menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra.

Selain DPR, pencairan uang Tommy yang sudah menjadi perhatian publik itu juga telah direspons oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan membentuk tim penyelidik.

Sumber: Republika, 24 April 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan