Perusahaan Pengelola Aset Tangani Bisnis TNI

Membentuk badan baru perlu waktu dan orang yang kompeten.

Pengelolaan bisnis TNI kemungkinan besar akan diserahkan kepada Perusahaan Pengelola Aset di bawah Departemen Keuangan--ketimbang mendirikan sebuah badan transformasi bisnis tersendiri. Karena bisnis TNI itu bagian dari layanan publik yang bernama pertahanan dan keamanan, ada kemungkinan alternatif itu menjadi pilihan kami, kata Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono setelah menjadi pembicara kunci pada seminar Sistem Pertahanan Udara di Hotel Borobudur kemarin.

Pertimbangan lain condong ke alternatif tersebut, dia melanjutkan, pendirian suatu badan masih harus dikonsultasikan dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Belum lagi harus mencari orang-orang yang kompeten di bidangnya dan membentuk perangkat hukum, sehingga memerlukan waktu. Karena itu, kalau kami pertimbangkan, serahkan saja kepada Perusahaan Pengelola Aset yang ada di Departemen Keuangan. Ini lebih praktis.

Kebijakan mengenai pengelolaan bisnis di lingkungan TNI ini akan ditetapkan melalui sebuah peraturan presiden yang akan diumumkan pada pidato Presiden, 16 Agustus. Peraturan tersebut antara lain akan mengatur soal sanksi bagi perwira ataupun prajurit TNI aktif yang masih melakukan kegiatan bisnis.

Jika sudah ada peraturan itu, kata Juwono, implementasinya di lapangan sangat bergantung pada kecermatan pejabat eselon I, II, dan III di lingkungan Departemen Pertahanan, Markas Besar TNI, dan angkatan. Karena menteri itu agak jauh dari jangkauan, ujar Juwono.

Namun, keputusan akhir, menurut guru besar ilmu hubungan internasional Universitas Indonesia itu, sepenuhnya berada di tangan Presiden. Dan diharapkan pada pidato 16 Agustus, Presiden sudah bisa mengumumkan alternatif yang dipilih, kata Juwono.

Jaleswari Pramodhawardani, peneliti di The Indonesian Institute, tidak mempersoalkan badan mana yang akan mengambil alih bisnis TNI. Hanya, badan tersebut harus menciptakan mekanisme yang transparan.

Dia juga mengingatkan agar biaya yang dikeluarkan dalam pengalihan bisnis TNI ini tidak terlalu besar. Biaya yang dimaksud misalnya audit investigatif terhadap unit-unit bisnis TNI. Jangan sampai negara harus mengganti biaya yang terlalu besar, ujarnya kepada Tempo.

Jaleswari juga menyayangkan Departemen Pertahanan yang tidak mengumumkan unit bisnis apa saja dari 1.500 unit yang akan ditertibkan. Kalau alasannya anggaran, ia menyarankan hal itu diumumkan melalui situs web Departemen Pertahanan. Tapi, jika hal itu ditakutkan menimbulkan gejolak, Jaleswari menyarankan agar Departemen Pertahanan cukup menyebutkan nama kota tempat unit bisnis itu beroperasi. DIMAS ADITYO | FANNY FEBIANA

Sumber: Koran Tempo, 27 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan