Pimpinan KPK Terpilih Berani Buat Terobosan; Pembersihan Kejaksaan dan Kepolisian Jadi Prioritas

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang terpilih harus memiliki keberanian membuat terobosan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pimpinan KPK lama, terlalu kaku dalam penerapan hukum, terutama untuk kasus yang memiliki potensi merugikan negara sangat besar.

Anggota Badan Pekerja Indonesian Corruption Watch, Adnan Topan Husodo, mengatakan, undang-undang yang menaungi kerja komisi ini sangat multitafsir, dan seharusnya dapat dimanfaatkan oleh pimpinan KPK melakukan terobosan hukum.

Namun, yang terjadi di lapangan adalah kekakuan hukum. Pimpinan KPK enggan untuk menggunakan kelebihannya untuk melakukan terobosan-terobosan hukum. Wajar kalau mereka hanya bisa menangani kasus-kasus yang nilai kerugian negaranya kecil, katanya, disela-sela sosialisasi pencarian sosok pimpinan KPK periode mendatang, di kantor Lembaga Bantuan Hukum Padang, Selasa (17/7).

Berdasarkan hasil evaluasi kinerja KPK periode 2004-2007 yang dilansir ICW beberapa waktu lalu, selama tiga tahun pemberantasan korupsi oleh KPK, total kerugian negara yang bisa diselamatkan mencapai lebih dari Rp 500 miliar. Sedangkan realisasi anggaran yang dinilai bermasalah Rp 247,8 miliar.

ICW menilai, kecilnya dana hasil korupsi yang berhasil disetor ke kas negara disebabkan tiga hal, penindakan bukan prioritas program kerja, pilihan kasus yang ditangani pada level kerugian negara yang kecil dan tingkat sumber daya manusia yang tidak memadai.

Menurut Adnan, pimpinan KPK yang masih berasal dari institusi lama yang juga bermasalah, membuat mereka tidak bisa berpikir bebas, lepas dari kungkungan paradigma institusi tempat mereka bernaung sebelumnya. Padahal, semakin lama, modus operandi tindak pidana korupsi semakin berubah, kontekstual, dan mengikuti perkembangan mutakhir, ujarnya.

Hasil eksaminasi ICW beberapa waktu lalu, pimpinan KPK mendatang harus berasal dari beragam profesi, terutama yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi, seperti praktisi finansial, auditor forensik, praktisi ekonomi dan bisnis, dan pakar hukum pidana. Untuk jaksa dan polisi, lebih baik ditempatkan di bidang penindakan. Untuk penyelidik dan penyidik, harus dipegang orang yang memiliki keahlian spesifik, seperti keahlian di sektor bisnis dan keuangan, ujarnya.

Pembersihan di lembaga penegak hukum, kejaksaan, pengadilan, dan kepolisian, menurut Adnan, harus menjadi prioritas utama program pemberantasan korupsi. Bagaimana mau memberantas korupsi, jika orang didalamnya melakukan hal yang sama, tutur Adnan.

Dia mencontohkan kasus mantan penyidik KPK, yang dilengserkan akibat diduga melakukan pemerasan terhadap tersangka tindak pidana korupsi. Ibaratnya menyapu menggunakan sapu yang kotor, tidak akan bersih jadinya, katanya. (MHD)

Sumber: Kompas, 18 Juli 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan