Ponsel Jaksa Penyidik Bakal Disadap

Para pelaku korupsi tampaknya harus makin mewaspadai aksinya. Sebab, tak hanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bisa menyadap pembicaraan telepon. Kejaksaan Agung saat ini juga telah memiliki peralatan yang dapat merekam pembicaraan telepon tersebut.

Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) Wisnu Subroto mengatakan, alat sadap itu untuk mendukung proses penyelidikan sebuah perkara. ''Kalau ada kewenangan kami (menyelidiki), kami minta izin ke operator seluler, baru bisa diikuti (disadap, Red),'' kata Wisnu di Kejagung kemarin (12/3).

Menurut Wisnu, untuk menyadap sebuah pembicaraan telepon, jaksa harus menerima laporan terlebih dahulu. Setelah itu, baru dilakukan pengusutan tentang potensi adanya tindak pidana. "Sebab, itu bagian dari jaminan hak asasi manusia. Jadi, tidak bisa sembarang menyadap," terang mantan kepala Kejaksaan Tinggi Lampung itu.

Wisnu menegaskan, prosedur itu sama dengan yang terjadi di KPK. "Penyuapan pasti ada laporan, kasusnya apa, siapa yang ada hubungan dengan kasus itu, baru minta dibukakan oleh stasiun operatornya," urai Wisnu.

Dalam jawaban tertulis Jaksa Agung pada rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR disebutkan, pengadaan peralatan intelijen dilakukan oleh biro perencanaan melalui anggaram biaya tambahan bidang intelijen 2008 senilai Rp 9 miliar. Kegiatannya terdiri atas pengadaan jaringan komunikasi sandi kejaksaan (JKSK) untuk Kejagung dan Kejati seluruh Indonesia, pengadaan kendaraan pengamatan bergerak (mobile surveilance), dan update peralatan intersep taktis.

Hendarman kemarin melantik Darmono menjadi Jaksa Agung Muda Pembinaan (JAM Bin) dan Hamzah Tadja sebagai JAM Pengawasan (JAM Was). Menurutnya, JAM Bin dan JAM Was merupakan posisi yang strategis, tidak kalah penting dibanding posisi enam jaksa agung muda lainnya. "Ibarat kereta kuda, pembinaan dan pengawasana ibarat sais dan cemeti yang mengendalikan kudanya," kata Hendarman.(fal/agm)

Sumber: Jawa Pos, 13 Maret 2009

---------------

Jaksa Kasus Korupsi Akan Disadap
Alat sadap hanya digunakan untuk mengawasi jaksa.

 Kejaksaan Agung berencana menyadap telepon para jaksa yang menangani kasus korupsi. Menurut Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto, penyadapan itu bertujuan untuk mengawasi jaksa penyidik dan menemukan penyimpangan saat menangani perkara, misalnya karena penyuapan. "Saya sudah minta mereka (para jaksa) menyerahkan nomor telepon," kata Wisnu di kantornya kemarin.

Wisnu menjelaskan, bila kemudian ditemukan penyimpangan, rekaman percakapan telepon tersebut akan diserahkan kepada Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti. Bidang Pengawasan, kata dia, akan menggunakan rekaman tersebut sebagai bukti adanya perbuatan tercela oknum jaksa.

Dalam jawaban tertulis Jaksa Agung kepada Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat bulan lalu, Kejaksaan Agung menyatakan telah membeli satu unit alat intelijen. Anggaran untuk pengadaan alat sadap itu disebutkan hampir mencapai Rp 10 miliar.

Menurut Wisnu, sejauh ini alat tersebut baru difungsikan untuk pengamanan internal. Misalnya, kata dia, untuk mengacaukan sinyal telepon agar keberadaan tim intelijen saat menyelidiki suatu kasus tidak terlacak. Selain itu, Wisnu melanjutkan, untuk menelusuri nomor penelepon gelap yang menghubungi telepon anggota tim intelijen kejaksaan. "Dari nomor tersebut, bisa kami cari data pemiliknya," ujarnya.

Kendati demikian, menurut Wisnu, alat tersebut belum bisa digunakan untuk menyadap orang di luar kejaksaan yang diduga melakukan korupsi atau melakukan penyuapan. Kejaksaan, kata dia, masih membutuhkan peralatan pelengkap agar alat itu bisa berfungsi secara maksimal. "Sekarang belum ada monitoring center-nya," ujarnya.

Indonesia Corruption Watch menyayangkan bila alat canggih tersebut hanya digunakan untuk mengawasi para jaksa. Menurut Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Febridiansyah, alat sadap itu semestinya dimaksimalkan untuk bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan yang menangani kasus dugaan korupsi.

Sehingga, Febri melanjutkan, Kejaksaan Agung bisa menangkap tangan pelaku korupsi atau penyuapan. "Tak ada lagi alasan kalah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi," ujarnya saat dihubungi kemarin. Sebab, kata dia, kejaksaan kerap menjadikan ketertinggalan teknologi dari KPK sebagai salah satu dalih tak bisa menangkap koruptor kakap.

Dengan adanya alat itu, kata dia, publik juga bisa menilai kesungguhan Kejaksaan Agung dalam pemberantasan korupsi. "Apakah dalam 10 bulan, misalnya, ada pelaku korupsi yang tertangkap tangan atau tidak?" ujarnya. ANTON SEPTIAN

Sumber: Koran Tempo, 13 Maret 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan