Presiden Abaikan UU Kejaksaan; Pencopotan Jaksa Agung Tidak Sesuai Prosedur

Keputusan presiden me-reshuffle Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menyimpan masalah. Persoalannya bukan pada sosok penggantinya, Hendarman Supandji, tapi penggantian di tengah jalan itu bisa dianggap melanggar undang-undang.

Persyaratan pemberhentian jaksa agung telah diatur pada pasal 22 UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Pasal itu menggariskan bahwa jaksa agung dapat diberhentikan dari jabatannya bila meninggal dunia, permintaan sendiri, sakit jasmani atau rohani terus-menerus, berakhir masa jabatan, atau merangkap jabatan (lihat grafis).

Faktanya, pemberhentian jaksa agung sekarang ini tidak mengacu kepada salah satu ketentuan itu, kata Ketua DPP PPP Lukman Hakim Saifuddin di gedung DPR kemarin.

Menurut Lukman, pengangkatan dan pemberhentian jaksa agung memang menjadi tanggung jawab presiden. Namun, prosesnya tidak sepenuhnya sama dengan menteri-menteri lain. Jaksa agung itu masuk rumpun eksekutif, tapi tidak bisa diganti sewaktu-waktu oleh presiden, ujarnya.

Lukman menegaskan, pemberhentian jaksa agung harus tetap mengacu pada pasal 22 UU Kejaksaan. Bila menafikan ketentuan itu, keputusan presiden me-reshuffle jaksa agung berpotensi besar menyalahi undang-undang. Tentu ini sangat kami sayangkan, tandasnya.

Senada dengan Lukman, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Patra M. Zen mengakui keputusan presiden mengganti Arman, panggilan akrab Abdul Rahman Saleh, di tengah jalan menyimpan masalah. Alasannya sama, presiden tidak menjadikan UU Kejaksaan sebagai salah satu panduan untuk memberhentikan jaksa agung.

Konstitusi memungkinkan (presiden punya hak prerogatif, Red). Tapi, presiden tetap tidak boleh melupakan UU Kejaksaan begitu saja, katanya.

Patra menambahkan, fenomena pemberhentian jaksa agung itu akan menimbulkan masalah secara formal legalistik. Menurut dia, presiden harus secepatnya menjelaskan kepada publik alasan pemberhentian jaksa agung. Terutama mengapa presiden tidak mengacu pada UU Kejaksaan. Semua itu harus segera diklirkan, katanya.

Pakar hukum tata negara UGM Denny Indrayana menilai, proses penggantian jaksa agung melanggar UU No 16/2004 tentang Kejaksaan. Karena itu, lanjut dia, pemberhentian jaksa agung harus memenuhi lima kriteria. Yakni, meninggal dunia, permintaan sendiri, sakit jasmani atau rohani terus-menerus, berakhir masa jabatan, dan tidak lagi memenuhi salah satu syarat dalam pasal 22 UU No 16/2004. Jadi, jaksa agung jangan disamakan, katanya.

Denny berpendapat UU No 16/ 2004 memang dirumuskan untuk menjaga independensi (jaksa) dan menghindari intervensi berbagai pihak terhadap jaksa agung. Karena itu, perhentian jaksa agung harus tetap mengikuti rambu-rambu berupa lima syarat yang ada.

Sementara itu, sebelum reshuffle terjadi, mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh tidak berada dalam posisi melanggar lima syarat tersebut. Jadi, secara hukum, penggantian jaksa agung telah melanggar UU Kejaksaan, tambahnya.

Kalau memang presiden menilai kinerja Arman kurang optimal, seharusnya presiden memecatnya. Bukan memberhentikan dengan hormat yang disertai ucapan terima kasih. Jadi, kalau posisinya dipecat, itu justru tidak melanggar aturan, katanya. Denny melihat pemerintahan SBY-JK banyak melakukan pelanggaran UU.

Entah ini kelalaian yang ke berapa, karena itu perlu ada peringatan, ujarnya. Adapun yang berkompeten mengingatkan presiden atas kelalaian itu adalah DPR. Jika tidak, lanjut dia, mantan jaksa agung sendiri bisa menggugat ke PTUN. Tapi, saya yakin Arman tidak akan melakukan itu, katanya.

Mengenai argumentasi presiden bahwa pencopotan jaksa agung itu karena berakhirnya masa jabatan, Denny menilai sebagai alasan yang tidak tepat. Itu memelintir kata. Arman ini bukan berakhir masa jabatan, tapi berakhir di tengah masa jabatan, katanya.

Denny melihat adanya kemungkinan intervensi politik dari sejumlah pihak yang tidak sejalan dengan sepak terjang Arman saat menjadi jaksa agung. Jangan-jangan ada tekanan politik kepada presiden untuk mengganti Arman, katanya.

Hendarman Bersyukur, Arman Legawa
Hendarman Supandji mengucapkan terima kasih kepada presiden yang menunjuknya sebagai jaksa agung menggantikan Abdul Rahman Saleh. Sebaliknya, Arman

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan