Presiden: Negara Tidak Talangi Ganti Rugi Lapindo

Pemerintah hanya menalangi pembangunan infrastruktur.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan pemerintah tidak akan menalangi pembayaran ganti rugi kepada korban lumpur Lapindo Brantas Inc.

Untuk keperluan ganti rugi korban dan pengelolaan semburan lumpur, dana talangan dari negara belum diperlukan karena Lapindo telah bersedia membayar, kata Presiden dalam konferensi pers di ruang Dakota, Pangkalan Udara Angkatan Laut Juanda, Surabaya, tadi malam.

Presiden didampingi bos Grup Bakrie, Nirwan Bakrie, Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, Ketua Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Sunarso, dan Bupati Sidoarjo Win Hendrarso.

Yudhoyono menjelaskan, Lapindo telah menyanggupi membuka escrow account (rekening penampungan sementara) untuk pembayaran ganti rugi. Jumlahnya Rp 100 miliar, yang telah tersimpan di PT Bank Mandiri dan PT Bank Negara Indonesia.

Ini untuk pembayaran 20 persen, untuk uang muka ganti rugi hingga batas akhir 4 September 2007, kata Yudhoyono.

Pembayaran untuk sisa 80 persen ganti rugi akan dilunasi dalam kurun waktu dua tahun bersamaan dengan habisnya jatah uang kontrak rumah yang telah dibayarkan Lapindo.

Nirwan Bakrie menyatakan tunduk dan mematuhi kebijakan Presiden yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007. Dia juga menyatakan kesanggupan membayar segala ganti rugi warga yang menjadi korban dan menyediakan sejumlah peralatan untuk keperluan mengelola semburan lumpur.

Presiden pun menegaskan bahwa warga empat desa: Desa Siring, Jatirejo, Kedungbendo, dan Renokenongo, yang telah mendapat persetujuan dari Tim Nasional Penanganan Lumpur, segera mendapat ganti rugi penuh dan mulai dibayarkan hari ini.

Negara, kata Yudhoyono, hanya akan menalangi pembangunan infrastruktur yang rusak akibat lumpur. Tahun ini targetnya adalah pembebasan lahan untuk keperluan infrastruktur baru. Dengan demikian, mulai 2008, konstruksi pembangunan infrastruktur, yang meliputi jalan tol, jalan arteri, rel kereta api, saluran air minum, serta fasilitas telepon dan listrik, bisa segera dimulai.

Menurut Yudhoyono, selama ini Perpres Nomor 14 Tahun 2007 yang mengatur penyelesaian semburan lumpur Lapindo menjumpai banyak kendala. Karena itu, dia meminta dilakukan percepatan dan intensifikasi terhadap proses pelaksanaan peraturan itu. Yang paling dirasakan adalah proses pembayaran ganti rugi kepada korban.

Dia menginstruksikan kepada Bupati Sidoarjo, Gubernur Jawa Timur, dan Badan Pertanahan Nasional agar membantu warga menyelesaikan proses administrasi kepemilikan tanahnya. SUNUDYANTORO

______________________________________________________________

13 Bulan tanpa Hasil

Hari ini genap 13 bulan tragedi lumpur Lapindo Brantas Inc. menyembur. Waktu 13 bulan rupanya belum cukup untuk menyeret tersangka kasus ini ke pengadilan. Berkas 13 tersangka, yang ditetapkan sejak Juni tahun lalu, selalu dikembalikan kejaksaan karena tidak lengkap.

Pangkal persoalannya, pemerintah gamang bersikap: antara memutuskan apakah luapan lumpur itu kesalahan Lapindo dan bencana alam. Sejumlah kalangan menuding petaka itu karena Lapindo tak memasang casing (penutup) saat mengebor. Inilah kronologinya:

Kronologi

# 29 Mei 2006
Sumur Banjar Panji-1 milik Lapindo Brantas Inc. menyemburkan lumpur.

# 5 Juni 2006
Medco (salah satu pemegang saham Lapindo Brantas Inc.) menulis surat bahwa pada 18 Mei 2006 sudah mengingatkan perlunya casing dalam pengeboran.

# Juni-Juli 2006
Polisi menetapkan 13 tersangka kasus Lapindo.

# Agustus 2006
Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan dan Ketua DPR RI Agung Laksono menyebutkan bahwa pemerintah sebaiknya menghentikan proses hukum.

# Maret 2007
Untuk kedua kalinya, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur mengembalikan berkas tersangka karena tidak lengkap.

# 5 Maret 2007
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mewakili korban Lapindo melakukan class action terhadap perusahaan milik keluarga Bakrie itu.

# 15 Juni 2007
BPK menilai Departemen Energi dan BP Migas ikut bertanggung jawab dalam bencana lumpur Lapindo.

BP Migas Lolos

Badan Pemeriksa Keuangan dalam auditnya menyatakan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) tidak mengawasi kegiatan eksplorasi Lapindo dengan semestinya. Namun, polisi tak menjadikan pejabat BP Migas sebagai tersangka, tapi hanya saksi.

13 Tersangka Itu

Para tersangka yang dijerat dengan Pasal 187 dan 188 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Pasal 41 dan 42 Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup tentang kelalaian yang menimbulkan banjir lumpur.

1. Imam P. Agustino (Direktur Utama Lapindo Brantas Inc.)
2. Rahenold, (Drilling Supervisor PT Medici Citra Nusa, kontraktor pengeboran)
3. Subie (Drilling Supervisor PT Medici Citra Nusa)
4. Slamet B.K. (Drilling Supervisor PT Medici Citra Nusa)
5. Willem Hunila (company man Lapindo Brantas Inc.)
6. Edi Sutriono (supervisor drilling)
7. Nur Rahmat Sawolo (Vice President Drilling PT Energi Mega Persada, yang dikaryakan di Lapindo Brantas Inc.)
8. Yenny Nawawi (Direktur Utama PT Medici Citra Nusa)
9. Slamet Rianto (Manajer Drilling PT Medici Citra Nusa)
10. Soleman (rig manager)
11. Lilik Marsudi (juru bor)
12. Sardianto (mandor)
13. Aswan Siregar(mantan Direktur Lapindo Brantas Inc.)

Sumber: Koran Tempo, 27 Juni 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan