Rumah Soeharto Terancam Disita; Kasus Korupsi Tujuh Yayasan

Aset milik mantan Presiden Soeharto, termasuk rumah di Jalan Cendana, Jakarta Pusat, terancam disita. Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal memasukkan aset-aset tersebut dalam permohonan sita jaminan terkait materi gugatan kerugian negara Rp 1,7 triliun kasus korupsi tujuh yayasan.

Selain aset Soeharto, tim jaksa pengacara negara (JPN) menjajaki penyitaan aset yayasan yang pernah dipimpin Soeharto, khususnya Yayasan Supersemar.

Ketua Tim JPN Dachmer Munthe mengatakan, penyitaan bisa dilaksanakan jika Soeharto selaku tergugat I tidak sanggup melaksanakan putusan pengadilan yang memenangkan gugatan kejaksaan. Saya minta sita jaminan. Untuk perdata, (penyitaan) dimungkinkan. Kalau putusannya demikian, tentunya kami mengupayakan, kata Dachmer saat ditemui wartawan di gedung Kejagung kemarin.

Ditanya apakah salah satu aset Soeharto itu termasuk rumah di Jalan Cendana, Dachmer membenarkan. Dalam berkas gugatan, kami sertakan permohonan sita jaminan seluruh aset-asetnya (milik Soeharto), jelas mantan wakil kepala Kejati Nusa Tenggara Timur (NTT) itu. Soal teknis permohonan sita jaminan, Dachmer bakal membacakan seluruh materi gugatan dalam persidangan kelak.

Menurut Dachmer, sita jaminan aset Soeharto diajukan kejaksaan terkait kasus korupsi salah satu di antara tujuh yayasan, yakni Yayasan Supersemar.

Pada 2000, kejaksaan pernah menyita dokumen terkait kasus korupsi semasa Soeharto mengetuai Yayasan Dana Abadi Karya Bakti (Dakab). Itu barang bukti yang digembar-gemborkan selama ini, yang dititipkan (ke pengurus yayasan), jelas direktur Pemulihan dan Perlindungan Hak (PPH) pada JAM Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) tersebut.

Dachmer menegaskan, dalam gugatan perdata, kejaksaan lebih mengejar aset daripada Soeharto sebagai tergugat. Meski demikian, selama proses persidangan, kejaksaan membuka mediasi alias perdamaian sebagai salah satu jalan keluar. Kami siap. Asal dia (kubu Soeharto) buka, kami akan negosiasi. (Gugatan) nggak usah diperpanjang dan tinggal dibuat akta perdamaian di depan hakim, beber jaksa senior itu.

Menurut Dachmer, berkas gugatan akan didaftarkan di PN Jakarta Selatan pada 9 atau 10 Juli mendatang. Paling lambat tanggal sepuluh pagi, ujarnya. Saat ini, draf gugatan sudah siap dan tinggal disempurnakan redaksionalnya. Jika masih ada kesalahan ketik, kejaksaan berusaha memperbaikinya hingga menjelang pendaftaran gugatan.

Soal nilai gugatan, Dachmer membeberkan, nilai material sekitar Rp 1,5 triliun plus beberapa ratus ribu dolar AS. Berapa nilai dolarnya, saya nggak ingat, jelasnya. Dia menambahkan, nilai gugatan didasarkan pada potensi kerugian negara dalam kasus korupsi tujuh yayasan sesuai hasil penyidikan kejaksaan.

Dalam laporan jaksa agung ke Komisi III DPR, draf gugatan Soeharto mencakup dua tergugat. Tergugat pertama adalah Soeharto, sedangkan tergugat kedua Yayasan Beasiswa Supersemar. Nilai gugatan material lebih kurang Rp 1,5 triliun dan immaterial sekitar Rp 10 triliun. Gugatan tersebut didasarkan pada ketentuan hukum acara perdata, khususnya pasal 164 HIR jo pasal 1888 KUH Perdata.

Di tempat terpisah, mantan pengacara Soeharto, M. Assegaf, mengatakan, tim pengacara belum menyikapi atas rencana pendaftaran gugatan tersebut. Kami juga belum dikontak (Soeharto) untuk bertemu, kata Assegaf kepada koran ini kemarin.

Meski demikian, Assegaf mempertanyakan gugatan tersebut. Sebab, Soeharto sudah tidak lagi menjadi pengurus yayasan sehingga tidak bisa dikenai pertanggungjawaban perdata atas kerugian negara kasus tujuh yayasan. Yang bertanggung jawab adalah pengurus. Saya juga tidak tahu siapa pengurus (yayasan) sekarang, jelas Assegaf. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 6 Juli 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan