Saatnya Koruptor Dapat Berkah
Saat ini seakan menjadi puncak ''penebangan'' Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara terang-terangan terjadi. Penebangan pun dilakukan tanpa ''tebang pilih''. Semua pimpinan KPK akan di-Antasari Azhar-kan. Indikasi itu cukup kuat dengan bisa dilihat dari kemiripan proses yang terjadi terhadap empat pimpinan KPK sekarang ini dengan apa yang pernah dialami Antasai Azhar (AA).
Mereka dipanggil Kepolisian untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus PT Masaro, tetapi Kejaksaan Agung telah menyebutkan sudah ada tersangkanya. Itu mirip dengan pemeriksaan awal AA yang pertama menyebutkan bahwa sebagai tersangka adalah Kejagung, bukan Mabes Polri walaupun yang memeriksa adalah Polri.
Ada apa sebenarnya antara KPK dan Kejagung? Mengapa lembaga yang biasanya sulit menetapkan tersangka untuk kasus-kasus penting, tetapi untuk pimpinan KPK, meski belum ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri, sudah dideklarasikan ada tersangkanya?
Berita akan diperiksa bahkan penangkapan terhadap empat pimpinan KPK yang tersisa sebenarnya sudah lama berembus. Isu itu sempat reda dan dianggap selesai perseteruan antara Mabes Polri dan KPK. Namun, ternyata anggapan itu salah. Pengondisian ''reda'' itu ternyata hanya bom waktu.
Memanasnya perseteruan kembali KPK-Polri terpicu ketika Wakil Presiden Yusuf Kalla buka-bukaan masalah Bank Century yang melibatkan menteri keuangan (Sri Mulyani) dan gubernur Bank Indonesia (Boediono). Kasus itu tidak terhenti pada masalah take over Bank Century oleh pemerintah, namun merambat pula ke soal-soal politik. Mengingat, Boediona sebagai wakil presiden terpilih mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono dalam pilpres yang lalu.
Berbagai desakan agar KPK menyeriusi penanganan kasus bank Century yang diduga melibatkan elite politik di Indonesia dan oknum Kabareskrim Mabes Polri menjadikan semangat untuk memeriksa 4 pimpinan KPK oleh Mabes Polri yang dianggap lewat menguat kembali dan harus segera dilakukan sebelum semuanya terlambat.
Di tengah kondisi KPK yang terpojok dan berada di ujung tanduk, kita tidak mendengar adanya pembelaan terhadap nasib KPK. Presiden yang mengatakan akan terus memberantas korupsi diam seribu bahasa. DPR yang terpilih juga tidak melakukan penguatan terhadap KPK. Yang ada justru ingin membonsai lewat penyunatan kewenangan KPK dalam pembahasan RUU Tipikor.
Lebih dari itu, jauh-jauh hari ada pimpinan DPR yang menginginkan pimpinan KPK dipilih ulang dari awal lagi. Tampaknya, semua pihak kompak untuk memarkir eksistensi KPK sementara sambil menunggu perkembangan lebih lanjut.
Itu semua patut dipertanyakan, seberapa jauh komitmen para penyelenggara negara untuk memberantas korupsi? Jangan-jangan bukan hanya koruptor yang melakukan serangan balik, tetapi para penyelenggara negara juga melakukan hal yang sama.
Di-AA-kan
Tujuan dari pemeriksaan terhadap 4 pimpinan KPK memang tidak bisa dibahasakan secara eksplisit. Sebab, nuansa politiknya sangat kental. Bahkan, bisa dikatakan pemeriksaan empat pimpinan KPK sekarang ini merupakan ''konspirasi besar'' dari berbagai pihak, baik koruptor, elite politik, maupun penegak hukum itu sendiri. Itu adalah sebuah skenario besar yang tampaknya mendekati kesempurnaan.
Namun, secara hipotesis bisa diasumsikan bahwa pemeriksaan empat pimpinan KPK saat ini tidak jauh dari semangat untuk meng-AA-kan keempat pimpinan KPK yang ada. Kisah sukses memproses AA mulai status sebagai saksi, tersangka, hingga terdakwa, akan dijadikan referensi bagi penanganan keempat pimpinan KPK yang tersisa.
Koalisi besar tersebut mengetahui betul bahwa dalam UU KPK disebutkan bila seorang pimpinan KPK tersangkut kasus hukum dan sudah tidak bisa aktif selama tiga bulan, yang bersangkutan bisa diberhentikan secara permanen. UU KPK tidak memberikan toleransi bagi pimpinan yang menghadapi kasus hukum untuk bisa menunggu sampai ada keputusan tetap dan dipulihkan kedudukannya setelah tidak terbukti.
Itu adalah celah hukum dan tampaknya akan dimanfaatkan semaksimal mungkin. Oleh karena itu, meskipun dalam kasus yang dihadapi para pimpinan itu tidak terbukti dalam persidangan nanti, namun karena UU mengatur bisa dilakukan penghentian permanen setelah tidak aktif selama tiga bulan, tidak ada masalah seandainya kasus yang sekarang dituduhkan nanti tidak terbukti dan dibebaskan pengadilan. Posisi mereka sudah bisa digantikan dengan pimpinan yang baru lewat pemilihan ulang.
Koruptor Bisa Bebas
Terlepas dari berhasil tidaknya skenario itu, tentu saja momentum ini akan menjadi berkah yang luar biasa bagi para koruptor. KPK kini dibikin kocar-kacir, apalagi kalau nanti semua ditahan seperti AA. Belum ditahan saja kasus-kasus besar yang bersinggungan langsung dengan politik sudah mulai dipending untuk menunggu momentum yang pas. Bila tsunami benar-benar terjadi, para koruptor akan bebas. Kasus-kasus mereka yang sudah diproses bisa diendapkan dan ditutup dengan kasus-kasus baru sehingga selamatlah mereka.
Gerakan kontraintelijen dengan mengadu domba di antara lembaga penegak hukum cukup sukses. Kesuksesan itu akan bertambah dahsyat ketika gerakan KPK semakin mengancam elite politik di negeri ini. Itu amunisi baru yang akan semakin canggih untuk melenyapkan kegarangan KPK. (*)
Jabir Alfaruqi, koordinator Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN Jawa Tengah)
Tulisan ini disalin dari Jawa Pos, 14 September 2009