Sekda Mentawai dan Stafnya Didakwa Korupsi

Mantan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kurnia Sakerebau dan bendahara Dispora Kabupaten Kepulauan Mentawai A. Bastian Sabolak, didakwa melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp 1,1 miliar. Mereka didakwa melakukan tindak pidana korupsi uang bantuan operasional pendidikan dan anggaran untuk peningkatan mutu guru Pemkab Kepulauan Mentawai.

Pada sidang lanjutan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Padang, Kamis (5/7), sebanyak lima saksi, terdiri dari beberapa kepala sekolah dan staf Dispora Kabupaten Kepulauan Mentawai, diperiksa di muka persidangan.

Dalam kesaksiannya di muka sidang, Semprianus, Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri 1-Kecamatan Siberut UTara mengatakan, sekolah yang dipimpinnya mendapatkan dana bantuan operasional pendidikan sebanyak dua kali, yang diberikan dalam dua waktu. Pertama bulan Agustus 2003 sebesar Rp 10 juta. Kemudian pada bulan Januari 2004 sebanyak Rp 20 juta, tuturnya.

Namun, di muka persidangan yang dipimpin oleh majelis hakim Saparudin Hasibuan, Zulkifli dan Amat Khusaeri tersebut, Semprianus menyatakan, dirinya hanya menandatangani kuitansi atau tanda terima kosong serta memberinya cap, yang menandakan keabsahan serah terima tersebut. diakuinya, kuitansi itu tidak diisi langsung dengan nilai uang bantuan operasional pendidikan yang diterimanya, sebesar Rp 10 juta dan Rp 20 juta.

Saparudin kemudian meminta jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Tua Pejat, Alexander Zaldi dan Novriandri, memperlihatkan barang bukti yang dimilikinya kepada saksi dan penasihat hukum. Pada barang bukti berupa dua kuitansi tersebut, saksi Semprianus mengakui kalau tanda tangan itu merupakan tanda tangan dirinya. Namun, jumlah uang yang tertera pada bukti kuitansi itu, yaitu sebanyak Rp 14 juta (kuitansi pertama) dan Rp 24 juta (kuitansi kedua) bukan merupakan jumlah uang yang diterimanya sebagai dana bantuan operasional pendidikan.

Jadi saya tidak terima Rp 18 juta yang tertera di kuitansi tersebut, Pak Hakim. Tidak sesuai dengan yang saya terima, yaitu hanya Rp 30 juta, kata Semprianus.

Dalam kesaksiannya, Semprianus juga menyatakan, bahwa terdakwa Kurnia, yang saat ini masih menjabat sebagai pelaksana tugas Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai, memberikan arahan kepada seluruh kepala sekolah yang akan menerima dana bantuan operasional pendidikan tersebut agar tidak mempersoalkan mengenai isi kuitansi tersebut, karena berbeda angka yang tertera dengan realisasinya.

Hal ini langsung disanggah oleh terdakwa Kurnia. Menurutnya, dalam pertemuan sebelum pencairan dana tersebut dirinya tidak memberikan arahan seperti yang dimaksud oleh saksi.

Tanpa Pertanggungjawaban
Saksi lainnya, Mus Muchtar Abdullah, staf Dispora Kabupaten Kepulauan Mentawai, dalam kesaksiannya mengakui kalau dana RP 150 juta yang digunakan untuk memberangkatkan kontingen ke sebuah acara Pramuka di Yogyakarta, pada tahun 2003 lalu, tanpa disertai pertanggungjawaban secara tertulis.

Dirinya juga mengakui kalau dirinya, sebagai ketua kontingen, tidak membuat proposal kegiatan tersebut. akibatnya, pertanggungjawaban penggunaan dana itu juga dilakukan secara lisan, yaitu ke Wakil Bupati dan Kurnia (Kadispora).

Informasi yang dikumpulkan Kompas, dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan operasional pendidikan sebesa Rp 1,3 miliar dan anggaran dana peningkatan mutu guru sebesar Rp 1,5 miliar ini, berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun 2003.

Kejaksaan Negeri Tua Pejat menemukan kejanggalan, karena dana bantuan operasional pendidikan yang seharusnya diberikan kepada 100 sekolah, tingkat dasar, menengah dan atas, sebesar Rp 27 juta. Namun, kenyataannya, kedua terdakwa hanya menyalurkan dana tadi hanya Rp 10 juta saja.

Sedangkan, untuk dana peningkatan mutu guru sebesar Rp 1,5 miliar, sudah dicairkan meski surat pertanggungjawabannya belum dibuat sama sekali.

Pengalihan Penahanan
Penasihat Hukum kedua terdakwa Herywati Samponi, menjelang sidang berakhir, mengajukan dua surat dari Majelis Ulama Indonesia dan Pondok Pesantren Hidayatullah, Kabupaten Kepulauan Mentawai, yang meminta majelis hakim mengalihkan status tahanan keduanya menjadi tahanan luar.

Menurut Herywati, kondisi fisik, kesehatan, dan psikologis keduanya tidak baik saat berada di Lembaga Pemasyarakatan Muaro, Padang.

Ini surat ke tujuh yang diajukan kepada majelis hakim. Kami dan keluarga menjamin keduanya tidak akan melarikan diri, tuturnya.

Ketua Majelis Hakim Saparudin Hasibuan menyatakan, akan memikirkan soal surat tersebut. Sidang akan dilanjutkan Selasa, 10 Juni mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi. (mhd)

Sumber: Kompas, 6 Juli 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan