Semua Anggota Komisi Kelautan Diduga Terima Duit Nonbujeter

Dana aliran masuk ke rekening nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan mencapai Rp 5,5 miliar.

Badan Kehormatan menduga semua anggota Komisi Kelautan Dewan Perwakilan Rakyat dari periode lalu hingga sekarang menerima uang nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan. Uang itu ada yang diminta secara individu ataupun kolektif untuk tambahan kunjungan kerja di masa reses. Padahal anggota Dewan sudah diberi uang sendiri dari DPR, kata anggota Badan Kehormatan DPR, Darus Agap, kemarin.

Dalam pemeriksaan di Badan Kehormatan Senin lalu, bekas Sekretaris Jenderal Departemen Kelautan Andin H. Taryoto menunjukkan bukti berupa nota. Dalam nota itu dirinya memerintahkan Biro Keuangan Departemen Kelautan memberikan uang kepada anggota Dewan.

Dalam nota itu, ada nama anggota Komisi Kelautan yang disebut secara jelas, ada juga pemberian yang hanya ditujukan kepada Komisi. Jumlah yang diberikan untuk setiap anggota Rp 1,5 juta, sedangkan untuk pemimpin Komisi Rp 2,5 juta. Uang itu digunakan untuk kunjungan ke daerah saat mereka dalam masa reses.

Pemberian ini, kata Darus, termasuk perbuatan gratifikasi karena anggota Dewan dilarang menerima uang dari mitra kerjanya.

Karena itu, kata Darus, Badan Kehormatan akan meminta konfirmasi kepada semua anggota Komisi Kelautan DPR itu.

Wakil Ketua Badan Kehormatan Gayus Lumbuun menduga ada duplikasi anggaran saat penyusunan Rancangan Undang-Undang Kelautan dan Perikanan. Saat penyusunan rancangan tersebut pemerintah telah mengalokasikan anggarannya, tapi Departemen Kelautan dan Perikanan juga menyetor dana ke parlemen.

Dugaan Gayus itu diperoleh saat pemeriksaan terhadap mantan Kepala Kesekretariatan Komisi Kelautan dan Perikanan DPR Tri Budi Utami, yang diperkuat oleh keterangan Andin H. Taryoto. Indikasi duplikasi anggarannya sangat kuat, katanya.

Penggiat antikorupsi Ibrahim Fahmy Badoh meminta anggota Dewan yang menerima duit nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan diberi sanksi tegas. Sebab, kata dia, para legislator itu telah menyalahgunakan kekuasaan dan melanggar kode etik.

Kemarin anggota DPR asal Fraksi PKS, Fachry, menemui penyidik KPK. Fachry mendesak KPK memeriksa Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi. Sebab, kata Fachry, Freddy juga masih mengumpulkan dan mengalirkan dana nonbujeter.

Fachry sempat menunjukkan daftar dana aliran masuk ke rekening nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan. Total yang dikumpulkan Rp 5,5 miliar, ujarnya. Beberapa transaksi pengeluaran dana di antaranya adalah kunjungan kerja DPR, uang saku, dan lainnya. Dari jumlah itu, yang mengalir ke DPR sebesar Rp 710 juta. Badan Kehormatan DPR mengidentifikasi ada 30 orang anggota.

Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., mengatakan, untuk kasus pengumpulan dana nonbujeter, KPK sudah pernah memeriksa Freddy. Sedangkan untuk dugaan aliran pengeluarannya, masih terbuka kemungkinan memeriksa Freddy. AQIDA S | ERWIN D | TITO S

Sumber: Koran Tempo, 4 Juli 2007
----------
Sarwono Mengaku

Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Sarwono Kusumaatmadja, mengakui menerima dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan. Uang itu digunakan Sarwono sebagai biaya kampanye pemilihan anggota DPD pada 2004.

Itu sumbangan Pak Rokhmin pribadi, katanya setelah diperiksa KPK selama tiga jam kemarin. Sarwono menerima Rp 50 juta yang ditransfer ke rekeningnya di Bank Mandiri pada Januari 2004. Ini dalam rangka persiapan kampanye pengumpulan dana sebagai anggota DPD.

Menurut Sarwono, seseorang membutuhkan ongkos politik ketika mencalonkan diri sebagai anggota DPD, DPR, atau kepala daerah. Sumbangan itu boleh-boleh saja, ujarnya.

Selain itu, Sarwono mengakui pernah dua kali diberi uang saku sebesar masing-masing US$ 2.000 ketika hendak berangkat ke Amerika Serikat pada 24 November 2002 dan Belanda pada 19 November 2003. Ketika itu Sarwono menjabat Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan. Pak Rokhmin mengetahuinya, dan kemudian menyumbang.

Sarwono mengaku tidak mengetahui asal dana yang diterimanya adalah dana nonbujeter. Seharusnya dana itu semua berasal dari APBN, katanya. Pasalnya, menteri memiliki dana operasional yang dianggarkan dalam APBN. tito s

Sumber: Koran Tempo, 4 Juli 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan