Sofyan Pangkas Kewenangan Kementerian BUMN

Izin untuk pembangunan menara pemancar di lahan milik perusahaan perkebunan, misalnya, tidak diperlukan lagi.

Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sofyan A. Djalil akan memangkas kewenangan yang selama ini dimiliki oleh Kementerian BUMN. Langkah ini, menurut dia, dilakukan untuk meminimalkan birokrasi dalam proses pengambilan keputusan bisnis pada 139 perusahaan milik negara.

Saya tidak suka kantor yang terlalu banyak otoritas (birokrasi), kata Sofyan kemarin.

Dia menjelaskan pengurangan kewenangan itu akan dimulai dari proses pemberian berbagai perizinan, penggodokan berbagai rencana ekspansi perusahaan, hingga penunjukan jajaran direksi. Izin untuk pembangunan menara pemancar di lahan milik perusahaan perkebunan, misalnya, tidak diperlukan lagi.

Kementerian BUMN, menurut dia, juga tidak akan terlalu banyak ikut campur tangan berbagai proposal bisnis perusahaan negara. Masalah ini akan diserahkan kepada manajemen perusahaan untuk menetapkan dan melaksanakannya sendiri.

Tapi mereka harus menandatangani pakta integritas, kata Sofyan.

Menurut dia, pakta itu mengandung kesiapan direksi dan komisaris untuk berniat baik, bebas dari konflik kepentingan, dan berhati-hati. Manajemen, kata dia, juga harus siap dengan konsekuensi hukum perdata dan pidana yang mungkin muncul dari keputusan yang diambilnya.

Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Mulia Nasution menjelaskan bahwa program reformasi birokrasi di departemennya tidak melulu soal peningkatan kesejahteraan pegawai. Harapan kami, program reformasi ini dipahami seutuhnya, tidak sepotong-sepotong. Jadi ini bukan hanya soal remunerasi, katanya.

Menurut Mulia, substansi dasar dari program reformasi birokrasi adalah mewujudkan pelayanan yang lebih baik di instansi pengelola keuangan negara. Dengan reformasi itu diharapkan tidak ada lagi penyimpangan-penyimpangan.

Dia menambahkan tunjangan pegawai dinaikkan, karena selama ini mereka berkilah tidak bisa bekerja serius jika penghasilan tidak memadai. Sebaliknya, melalui reformasi birokrasi, akan dipertegas lagi mekanisme reward and punishment sehingga tidak ada lagi istilah business as usual berbagai ketidakdisiplinan pegawai departemen. Seperti ada yang ngobyek, ada yang datang telat, katanya. BUDIRIZA | AGUS SUPRIYANTO

Sumber: Koran Tempo, 18 Juli 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan