Swiss Mau Bantu kalau Soeharto Tersangka

Wawancara Mantan Jaksa Agung Andi M. Ghalib
Bank Dunia dan PBB menempatkan Soeharto sebagai pencuri uang rakyat nomor satu. Kejaksaan Agung juga memburu harta mantan penguasa Orde Baru itu. Bahkan, di era Jaksa Agung Letjen (pur) Andi M. Ghalib (1998-1999), pernah dilakukan perburuan aset Soeharto ke Swiss.

Namun, upaya tersebut kandas. Tak serupiah pun uang Soeharto dapat dipulangkan ke tanah air. Kejaksaan hanya memperoleh jaminan dari otoritas bank sentral Swiss yang siap membantu melacak aset Soeharto yang tersimpan negara paling ketat sistem perbankannya tersebut.

Mengapa pelacakan kali pertama kejaksaan terhadap aset Soeharto di luar negeri tersebut gagal, berikut wawancara wartawan koran ini dengan Ghalib yang juga mantan ketua tim investigasi kekayaan Soeharto, di sela memimpin rapat tertutup di gedung MPR/DPR kemarin.

Apa yang membuat kejaksaan kala itu tertarik mengusut aset Soeharto di Swiss?

Begini. Awalnya, ada berita di (majalah) Time bahwa Soeharto melakukan transfer dari sebuah bank di Swiss ke sebuah bank di Wina, Austria. Nilainya USD 9 miliar. Efek isi pemberitaan ini luar biasa. Masyarakat silih berganti berunjuk rasa di mana-mana. Mereka mendesak pemerintah mengusut berita tersebut. Presiden (B.J. Habibie) kala itu lantas minta saya, jaksa agung, turun tangan. Saya menindaklanjuti dengan minta klarifikasi kepada Soeharto. Beliau (Soeharto) mengatakan, isi berita itu tidak benar. Soeharto bahkan sanggup memberi surat kuasa kepada jaksa agung untuk melacak uang tersebut. Dan, kalau benar, silakan diserahkan ke pemerintah. Saya lantas menerima surat kuasa yang ditandatangani Soeharto. Sampai saat ini surat kuasa itu masih saya simpan.

Apa respons Habibie kala itu?

Beliau (Habibie) minta saya berangkat ke Swiss. Saya ditemani Mensesneg Muladi dan pejabat dari BI (Bank Indonesia), Prof Sutan Remy Sjahdeni. Kami berangkat bersama-sama. Sampai di sana (Swiss), kami bertemu gubernur bank sentral, kepolisian, dan kejaksaan setempat. Saya jelaskan bahwa ada tekanan di masyarakat (Indonesia) yang minta pengusutan aset Soeharto di Swiss. Saya juga singgung isi berita di Time. Selain bertemu para pejabat, kami putar-putar ke Swiss dan Austria. Selama menelusuri, kami memperoleh jawaban bahwa otoritas perbankan dan kejaksaan Swiss siap membantu kami jika Soeharto telah ditetapkan jadi tersangka.

Selanjutnya?

Saya menegaskan bahwa Soeharto akan ditetapkan sebagai tersangka. Namun, setelah ada pendalaman, otoritas perbankan lantas menegaskan, kecil kemungkinan ada transfer uang dari bank di Swiss ke Austria senilai USD 9 miliar. Kalaupun terjadi, bank tersebut akan collaps. Uang USD 9 miliar itu banyak. Artinya, otoritas bank sentral mengatakan, kecil kemungkinan ada uang Soeharto sebesar itu. Itulah yang kami dapat. Selanjutnya, kami pulang ke tanah air.

Berarti tim yang Anda bawa gagal membawa pulang uang Soeharto?

Kami tetap berhasil. Minimal, ada kesepakatan bahwa otoritas bank sentral Swiss siap membantu (pemulangan aset), jika Soeharto sudah ditetapkan tersangka. Mereka menegaskan siap membantu melacak uang Soeharto. Kami berhasil membuat semacam kesepakatan.

Mengapa kejaksaan kala itu tidak minta rincian data lebih detail ke Time?

Itu sudah dilakukan, tetapi Time tidak merinci. Pak Muladi sempat menelepon ke redaksi Time, tetapi mereka bilang, sumbernya tidak jelas. Tetapi, kami tetap berusaha mendapatkan uang tersebut. Minimal, kami berhasil membuat kesepakatan dengan Swiss. Bisa jadi, itulah yang membuat Time juga kalah. Sumber informasi Time tidak jelas. Kalaupun benar, pasti Time menang. Dan, pejabat bank sentral Swiss itu juga benar. Time sendiri memang tidak menyebut narasumber informasi.

Ada yang menyebut Swiss tak mau menyerahkan data kekayaan Soeharto, karena khawatir mengganggu prinsip kerahasiaan bank?

Nggak. Mereka tidak mengkhawatirkan permasalahan tersebut. Sebab, andaikata ada kekhawatiran pelanggaran kerahasiaan bank, tentu mereka akan diberi tahu. Dan, sejauh ini, kami tidak pernah diberi tahu permasalahan tersebut.

Mengapa kejaksaan tidak mencari informasi pembanding terkait isi berita informasi Time?

Saya tidak tahu, tetapi semua unsur kejaksaan ikut terlibat. Selain saya, ada Pak Yoseph (Yoseph Suardi Sabda, kini direktur perdata Kejagung) yang ikut dalam rombongan. Kejaksaan sudah melakukan berbagai upaya, tetapi hasilnya ya seperti itu.

Sepulang dari Swiss, ada upaya lain untuk melacak aset Soeharto?

Kami justru banyak menemukan aset Soeharto di dalam negeri. Tim jaksa waktu itu menemukan uang Soeharto Rp 22 miliar yang tersimpan di Bank BCA. Itu atas nama Soeharto. Itu temuan tim penyidik Antonius Sudjata.

(Dari data Kejaksaan Agung dalam Raker dengan Komisi I DPR pada 1999, rekening atas nama Soeharto ditemukan tersebar di 72 bank di Indonesia. Totalnya Rp 24 miliar. Rinciannya Rp 22 miliar di BCA dan sisanya di beberapa bank lain. Kejaksaan juga punya data berupa tanah milik Soeharto seluas 400 ribu hektare di seluruh Indonesia. Selain itu, dari penelusuran aset tujuh yayasan, ditemukan kekayaan senilai Rp 4 triliun).

Apakah uang Soeharto tersebut disita kejaksaan?

Bagaimana mau menyita? Waktu itu kan (Soeharto) belum sebagai tersangka. Saya nggak tahu kelanjutan, bagaimana aset tersebut. Sebab, saya digantikan orang lain dan pemerintahan berganti ke Abdurrahman Wahid. Yang jelas, di akhir kepemimpinan saya di kejaksaan, tim penyidik telah menyita aset-aset milik Yayasan Supersemar.

Baru-baru ini, Bank Dunia menyerahkan dokumen berisi aset Soeharto. Apa yang seharusnya dilakukan jaksa agung?

Itu harus ditindaklanjuti. Tetapi, Bank Dunia harus dapat memberikan informasi detail, mulai di mana rekening Soeharto dan berapa nilai uang yang disimpan Soeharto. Minimal, ada upaya pelacakan aset ke luar negeri. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 27 September 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan