Terima Rp 680 juta, Anggota DPR Terjerat Kasus Korupsi

Seorang anggota DPR yang juga Pimpinan Komisi III DPR dan mantan anggota Komisi II, M.AM, bakal terjerat kasus pelanggaran Pasal 12 B tentang gratifikasi pada UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebab M.AM telah menerima dana Rp 680 juta untuk pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Pembentukan Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat (Kalbar).

Hingga saat ini, persoalan tersebut sudah ditangani Kejaksaan Tinggi Kalbar. Bahkan sudah ada permintaan dari Kejaksaan kepada Presiden Yudhoyono agar mengizinkan memeriksa M.AM.

Berdasarkan data yang dihimpun Pembaruan, kasus dana Rp 680 juta itu bermula dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap penggunaan dana bantuan penunjang Otonomi Daerah (otda) APBD Kabupaten Sintang Tahun Anggaran 2003 dan 2004 yang dimuat dalam pos Sekretariat Daerah (Setda) dan pos Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).

Dalam temuan BPK sebenarnya tidak ada yang menyebutkan nama M.AM. Mereka hanya mencantumkan, terjadi pengeluaran dana Rp 4,85 miliar dari Pos Bappeda dan Pos Setda diterima ketua dan anggota DPRD Kabupaten Sintang, termasuk anggota Komisi II DPR yang pertanggungjawabannya tidak jelas.

Menurut BPK, pengeluaran itu tak sesuai dengan Pasal 4 PP No 105/2000, terkait asas umum pengelolaan keuangan daerah yang harus dilaksanakan secara tertib, taat peraturan, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Pemda Sintang juga dinilai melanggar Pasal 27 ayat (1) dan (2) bahwa harus ada bukti lengkap dan sah semua pembebanan APBD.

Hal itu mengakibatkan pengeluaran belanja daerah sebesar Rp 4,85 miliar belum dipertanggungjawabkan secara lengkap dan sah serta membuka peluang menyalahgunakan keuangan daerah, demikian pemeriksaan BPK.

BPK kemudian menyarankan Bupati Sintang memberi teguran tertulis kepada Setda dan Kepala Bappeda. BPK juga meminta bupati menginstruksikan kepada setiap penerima dana untuk bertanggungjawab dengan cara menarik kembali dana yang diterima Rp 4,85 miliar. Dana itu harus disetorkan kembali ke kas daerah.

Data yang diperoleh Pembaruan menyebutkan, dari Rp 4,85 miliar itu, Rp 4,17 miliar dibagi-bagikan ke anggota DPRD Kabupaten Sintang dan Rp 680 juta diberikan ke M.AM sebagai uang terima kasih telah menggolkan pemekaran wilayah Sintang yakni dengan terbentuknya Kabupaten Melawi yang lepas dari Sintang. Ketika itu M.AM masih menjabat sebagai anggota Komisi II DPR.

Ditarik Kembali

Permintaan BPK ditindaklanjuti Bupati Sintang Elyakim Simon Djalil. Dia mengirim surat ke Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang bernomor 700/13/BWD/2005 tanggal 24 Januari 2005.

Isinya memerintahkan Sekda segera menarik dana penunjang Otonomi Daerah yang sudah diberikan ke anggota Komisi II DPR, M.AM sebesar Rp 680 juta. Elyakim minta uang itu disetor ke kas daerah paling lambat 8 Februari 2005.

Sesuai temuan BPK Nomor 150/S/XIV.6/12/2004 pada 28 Desember 2004 pemeriksaan terhadap DPRD Kabupaten Sintang Periode 1999-2004 ditemukan penyimpangan penggunaan dana bantuan penunjang otda yang dianggarkan pada Pos Sekretariat Daerah telah diterima oleh anggota Komisi II DPR yang pertanggungjawabannya tidak jelas, papar Elyakim dalam suratnya.

Surat itu ditembuskan ke BPK Perwakilan VI Banjarbaru Kalimantan Selatan, Badan Pengawasan Provinsi Kalbar, dan Bawasda Kabupaten Sintang.

Surat itu ditindaklanjuti Sekda Kabupaten Sintang dengan mengirim surat ke M.AM. Surat bernomor 700/154/Tapem-A pada 25 Januari 2005 itu berisi permintaan pengembalian dana sesuai tindak lanjut penemuan BPK. M.AM berang. Hal itu tampak dalam surat jawabannya ke PLT Sekretaris Daerah Pemkab Sintang pada 25 Februari 2005.

Kami sebagai penerima tidak pernah meminta bantuan kepada Pemerintah Kabupaten Sintang mengeluarkan biaya yang digunakan pembahasan RUU Kabupaten Melawi.

Untuk menghindari terjadinya permasalahan hukum terhadap kami diminta saudara memberi penjelasan terhadap sumber dana tersebut. Apakah dari sisi pertanggungjawaban keuangan negara dana tersebut legal atau ilegal, tutur M.AM.

Dia melanjutkan, Jika dana yang kami terima ternyata dari pertanggungjawaban keuangan negara ilegal, maka kami telah merasa dijebak untuk menerima dana yang tidak patut untuk dikeluarkan. Dan seakan-akan bersekongkol mempergunakan keuangan negara secara tidak sah.

Dalam surat itu M.AM memang mengaku menerima Rp 680 juta. Uang itu sebagai dana pembahasan RUU tentang Pembentukan Kabupaten Melawi, pemekaran dari kabupaten induk yakni Kabupaten Sintang.

Menurut dia, dana itu dia terima dalam empat tahap yang diserahkan langsung secara resmi oleh Asisten Tata Pemerintahan Provinsi Kalimantan Barat, Sekda Kabupaten Sintang yang didampingi oleh Asisten Tata Pemerintahan Kabupaten Sintang dan Kepala Bagian Pemerintahan Kabupaten Sintang di Jakarta.

Diakhir suratnya, M.AM benar-benar kesal. Kami merasa semua perjuangan yang telah kami lakukan agar pembentukan Kabupaten Melawi dapat terwujud untuk mempercepat proses pembangunan masyarakat Kalimantan Barat khususnya masyarakat Kabupaten Melawi sangat tidak berarti, papar dia.

Hingga berita ini diturunkan, M.AM belum bisa memberi keterangan kepada Pembaruan, telepon genggamnya tidak aktif. Begitu juga pesan singkat yang dikirim, belum mendapat respon. (Y-4)

Sumber: ...., 25 Januari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan