Tersangka Dana Pensiun DPRD Akan Ditetapkan

Pengusutan kasus dugaan penyimpangan dana purnatugas (pensiun) 45 anggota DPRD Boyolali periode 1999-2004 senilai Rp 1,2 miliar, terus mengalami kemajuan.

Audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jateng yang sejak lama ditunggu-tunggu pun akhirnya diterima kejaksaan.

Kepala Kejati Jateng Parnomo melalui Asisten Intelijen (Asintel) Zulkarnain, kemarin, mengungkapkan, pihaknya telah menjadwalkan ekspose internal antara Kejari Boyolali dan Kejati, pada hari ini. Sebenarnya, menurut dia, kasus itu hendak diekspose pada pekan lalu, namun karena laporan belum matang, akhirnya ditunda.

Dikatakannya, kejaksaan saat ini sudah memiliki gambaran calon tersangka. Jumlah kerugian negara yang ditimbulkan juga sudah diketahui. Namun saat ditanya siapa saja para calon tersangkanya dan berapa kerugian negara yang telah ditimbulkan, Asintel enggan mengungkapkan.

Nanti saja kalau sudah diekspose. Mudah-mudahan hasil pemaparan besok (hari ini), sudah dapat ditingkatkan status perkaranya ke penetapan tersangka. Namun kalau belum ya sabar saja. hanya tinggal tunggu waktu kok, ujar dia.

Pengusutan perkara itu sebenarnya terhitung cepat. Hanya status perkara belum dapat ditingkatkan ke penyidikan, sebab audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jateng untuk menentukan kerugian negaranya memakan waktu berbulan-bulan.

Namun hal itu dinilainya wajar, sebab yang meminta audit ke BPKP tidak hanya dua kasus, tetapi banyak sekali. Begitu juga yang meminta, bukan hanya kejaksaan, melainkan juga kepolisian.

Dijelaskannya, kasus dana pensiun mantan DPRD Boyolali bermula dari pembuatan Perda No 1/2004 oleh DPRD tentang Kedudukan Keuangan DPRD, yang isinya memberikan hak dana purnabakti sejumlah Rp 25 juta per orang.

Perda itu muncul setelah PP 110/2000 yang mengatakan DPRD tidak berhak menerima dana pensiun (purnabakti) dicabut Mahkamah Agung (MA). Acuan Perda itu adalah UU 22/1999 tentang Pemerintah Daerah. Atas dasar Perda itu, anggaran purnabakti dimasukkan dalam pos APBD 2004.

Meski ada Surat Edaran (SE) Mendagri No. 163.1/711 24 Mei 2004 tentang larangan adanya purnatugas bagi mantan DPRD, dana purnatugas DPRD itu tetap dicairkan.

Sejumlah LSM kemudian melaporkan adanya dugaan penyimpangan ke Kejari, karena pencairan itu dinilai tidak memiliki payung hukum yang jelas. (yas-29t)

Sumber: Suara Merdeka, 13 Desember 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan