Tim Pengusut Suap Djunaidi Dibentuk

Kejaksaan Agung (Kejagung) langsung membentuk tim pemeriksa untuk mengungkap kebenaran tudingan suap Rp 600 juta kepada jaksa seperti yang dilontarkan mantan Dirut Jamsostek Ahmad Djunaidi. Langkah ini sekaligus menindaklanjuti instruksi Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh agar tuduhan yang menggegerkan kejaksaan itu segera diklarifikasi.

JAM Pengawasan Achmad Lopa mengakui, tim tersebut sudah dibentuk kemarin. Tim itu beranggota jaksa senior di lingkungan Kejagung. Mereka adalah Irpidsus dan Datun I Ketut Widiana Sulatra, Robinson Sihite, dan K. Lere. Saya langsung memimpin tim ini, kata Achmad Lopa kepada wartawan di gedung Kejagung Jakarta kemarin.

Menurut Lopa, tim ini segera bekerja. Jika tidak ada halangan, hari ini mereka melayangkan surat panggilan pemeriksaan kepada lima jaksa. Para jaksa yang diperiksa adalah Heru Chaeruddin, Pantono (keduanya dari Gedung Bundar), M.Z. Idris (Kejati DKI), Burdju Ronni dan Cecep S. (Kejari Jaksel).

Mereka akan diperiksa. Tetapi, apa materi pemeriksaannya, saya belum bisa menjelaskan. Saya perlu rapat lebih lanjut dengan bagian pengawasan, jelas adik kandung mantan Jaksa Agung Baharuddin Lopa ini.

Tim pemeriksa juga menjadwalkan pemeriksaan Djunaidi selaku pihak yang pertama melontarkan tuduhan tersebut. Pak Djunaidi mungkin akan dipanggil lebih dulu, jelas Lopa. Objektivitas dan independensi proses dan hasil pemeriksaan juga akan dijaga.

Secara terpisah, Ketua Timtastipikor Hendarman Supandji mengatakan, Timtastipikor menyerahkan sepenuhnya kepada Kejagung, khususnya JAM Pengawasan, terkait pengusutan tuduhan Djunaidi tersebut. Timtastipikor tidak memeriksa. Semua diserahkan ke JAM Pengawasan, jelas Hendarman yang juga JAM Pidsus ini kepada wartawan seusai menghadap Jaksa Agung di gedung Kejagung Jakarta kemarin.

Hendarman sendiri mengaku sudah bertemu JPU Heru dan Pantono di Gedung Bundar. Dari pengakuan mereka, Hendarman meyakini dua anak buahnya itu tidak pernah menerima duit sepeser pun dari Djunaidi selama menyidangkan kasus korupsi PT Jamsostek. Saya sudah bertemu Heru. Dia punya track record yang baik, kata jaksa senior alumnus Undip ini.

Tetapi, lanjut Hendarman, pihaknya tetap mendukung pengusutan yang dilakukan JAM Pengawasan, mengingat tidak tertutup kemungkinan adanya penyalahgunaan wewenang di antara para jaksa tersebut. Hal yang demikian memang perlu diwaspadai, imbuhnya.

Hendarman sendiri berpesan agar para jaksa di Gedung Bundar, termasuk anggota Timtastipikor, tidak bermain-main dalam menangani perkara. Ini karena pemeriksaan sekaligus penindakannya akan mengikuti setiap tuduhan yang terbukti kebenarannya. Jangan coba-coba melakukan hal-hal seperti itu. Anggota Timtas (Timtastipikor) sudah ada kode etiknya, pungkas Hendarman.

Sebelumnya, Djunaidi di akhir persidangan di PN Jaksel Kamis pekan lalu melakukan aksi nekat. Pria kelahiran Sumsel itu melempar JPU Heru dengan papan nama. Untungnya, papan nama itu tidak mengenai tubuh Heru. Djunaidi bertindak kalap karena kecewa atas sikap jaksa yang tetap mengajukan banding putusan hakim 8 tahun atas kasus korupsinya. Padahal, Djunaidi mengklaim telah memberi uang Rp 600 juta kepada jaksa.

Djunaidi juga membeberkan diskriminasi penyidikan kasus korupsi investasi MTN PT Jamsostek. Ini terbukti dengan tidak ditetapkannya Walter Sigalingging sebagai tersangka mengingat perannya dalam keputusan menginvestasikan Rp 311 miliar melalui MTN sejumlah perusahaan. Bahkan, Walter disebut-sebut menerima Rp 1 miliar dari salah satu perusahaan penerbit MTN PT Sapta Prana Jaya. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 2 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan