Tommy Winata Diperiksa KPK; Rokhmin Dahuri Kembali Diperiksa

Pengusaha Tommy Winata dan rekannya, David Tjioe, Direktur Utama PT Maritim Timur Jaya, Rabu (29/11), diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta. Tommy Winata ditanya tentang dugaan adanya aliran dana dari koceknya ke Departemen Kelautan dan Perikanan.

Selain memeriksa Tommy Winata dan David Tjioe, KPK juga memeriksa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri kembali. Usai pemeriksaan Rohkmin membantah kalau pemeriksaan Tommy tekait dengan pemeriksaan dirinya. Tak ada kaitannya, katanya.

Sementara kuasa hukum Rokhmin, Herman Kadir, mengatakan, kebijakan pengumpulan dana nonbudgeter sudah ada sejak menteri sebelumnya. Bahkan, yang sekarang pun masih menjalankan, kata Herman,

Tommy diperiksa sebagai saksi dari rangkaian tuduhan lain yang disangkakan kepada Rokhmin. Tommy yang datang ke KPK pukul 12.00 baru selesai diperiksa pukul 17.00. Sementara itu, David Tjioe yang juga diperiksa sebagai saksi sudah selesai menjalani pemeriksaan terlebih dahulu.

Tommy mengaku dimintai keterangan soal apakah proyek-proyeknya di Tual, Maluku Tenggara, atau proyek yang ia biayai terkait dengan Rokhmin Dahuri. Tommy membenarkan bahwa dirinya juga ditanyai soal aliran dana ke DKP. Tidak ada. Dari kami tidak ada (aliran dana). Kami juga ditanya sangkut paut dengan Pak Rokhmin, ujarnya.

David Tjioe kepada wartawan menjelaskan dirinya diperiksa atas dugaan adanya aliran dana ke yayasan di DKP. Di BAP, tulisannya perkara pemotongan hak gaji karyawan DKP. Saya ditanya, apakah pernah memberikan atau menyerahkan sesuatu ke DKP. Katanya, ada aliran dana ke yayasan yang ada di DKP. Dalam catatan keuangan yayasan itu katanya ada aliran dana pada tahun 2003, ujarnya.

David mengaku, pada saat pemeriksaan ada seseorang yang diminta melihat dirinya. Saat ditanya apakah orang itu diminta memastikan soal pemberian uang itu, David menjawab, Ya, katanya begitu. Namun, saat wartawan bertanya apakah dia pernah mengantar uang ke DKP, David menjawab, lupa.

David mengaku diperiksa sebagai Direktur Utama PT Maritim Timur Jaya yang bergerak bidang industri perikanan di Tual, Maluku Tenggara. Perusahaan itu sebelumnya bernama PT Ting Sin Bandasejahtera yang didirikan tahun 1996. PT Ting Sin adalah perusahaan patungan dengan Taiwan yang sebelumnya dipimpin Kemal, Ferry Yen, dan Hendi Ong. Setelah nama perusahaan diganti baru, David menjadi direktur utama, Juni 2006.

Sementara Tommy mengatakan, selama Rokhmin menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, perusahaan miliknya dalam kondisi tidur hingga keluarnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan soal penangkapan ikan. Saat ditanya apakah perusahaannya mendapat izin pada masa itu, Tommy menjawab, Tidak ada izin. Izin bangunan saja, izin operasional sekarang masih dalam proses. Selama Pak Rokhmin jadi menteri, proyek di Tual mati suri. (VIN)

Sumber: Kompas, 30 November 2006
------------
TW Bantah Suap Rokhmin Dahuri
Lima Jam Diperiksa KPK

Bos Grup Artha Graha Tomy Winata (TW) tampak kuyu saat keluar dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pukul 17.00 kemarin. Saat itu, dia baru selesai diperiksa sebagai saksi sejak pukul 12.00 dalam kasus korupsi di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).

Dalam kasus dengan tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri tersebut, Tomy dimintai keterangan seputar proyek perikanan di Tual, Maluku Tenggara. Proyek itu dikerjakan anak perusahaan Tomy, PT Maritim Timur Jaya.

Kepada wartawan yang menunggu di KPK, Tomy tak banyak berbicara. Mengenakan baju kasual dengan jaket abu-abu dan sepatu kets, dia menyatakan bahwa dirinya ditanya seputar kegiatannya di Tual dan apakah terkait dengan Rokhmin atau tidak.

Sumber di KPK menyebutkan, pemeriksaan Tomy terkait dengan dua hal. Selain proyek di Tual, dia ditanya soal aliran dana yang diduga berasal dari dirinya ke sebuah yayasan milik DKP pada masa kepemimpinan Rokhmin.

Tomy menjelaskan, proyek perikanan di bawah PT Maritim Timur Jaya mandek sejak 1997. Selain terhambat krisis moneter, proyek tersebut terhambat huru-hara di Maluku.

Meski sudah mengantongi izin bangunan, proyek yang modalnya berasal dari pihak asing tersebut tidak memiliki izin operasi dari DKP ketika Rokhmin menjadi menteri. Proyek di Tual mati suri, ujarnya.

Pria yang berdomisili di Pademangan, Jakarta Utara, tersebut menolak dugaan telah memberikan sejumlah uang ke DKP. Tidak pernah. Proyek kami tidak jalan. Jalan saja tidak ada duitnya, apalagi nggak jalan, tegasnya.

Kasus korupsi di DKP terus bergulir. Setelah rekanan DKP Tirta Winata serta dua pegawai DKP, Dasirwan dan Jules Fulloe Pattiasina, divonis di Pengadilan Tipikor, giliran mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak Selasa (29/11).

Berbeda dari kasus ketiga terpidana yang divonis terkait dengan kasus pengadaan alat laboratorium Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP), menteri pada era Presiden Megawati Soekarnoputri tersebut menjadi tersangka dalam kasus dana tidak sah sebesar satu persen dari dana dekonsentrasi, baik yang di pusat maupun daerah.

Rokhmin diduga memberikan instruksi untuk memungut dana tersebut dalam rakernas 2002 periode Maret-April. Untuk kasus yang sama, KPK telah menangkap Sekjen DKP Andien H. Taryoto yang diduga melaksanakan perintah Rokhmin untuk memungut dana satu persen dari dana dekonsentrasi periode 18 April 2002 sampai 23 Maret 2005 senilai Rp 15 miliar.

Rokhmin yang diperiksa sampai pukul 21.30 tadi malam menolak berkomentar dan menyerahkan kepada pengacaranya, Herman Kadir. Menurut Herman, kasus yang dituduhkan kepada kliennya tersebut tidak berhubungan dengan kasus proyek perikanan di Tual yang dilakukan Tomy Winata.

Karena itu, meski diperiksa bareng, KPK tidak perlu mengonfrontasikan keduanya. Namun, dia menolak menjelaskan lebih lanjut. Pemeriksaan kan belum selesai, ujarnya. (ein)

Sumber: jawa pos, 30 November 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan