Transparansi Kas Partai Politik

Mengalirnya dana dari rekening dana taktis Departemen Kelautan dan Perikanan (Dana DKP) ke kas partai politik,Tim Sukses Pasangan Calon Presiden dan beberapa politisi di parlemen membuka tabir sisi kelam pendanaan politik,terutama partai politik (parpol). Terbongkarnya kasus ini memberikan konfirmasi bahwa kas parpol sering dihinggapi aliran dana tidak jelas dari sumber-sumber taktis di departemen yang juga tidak jelas dan melanggar undangundang (UU).

Seharusnya, kasus ini menjadi pijakan berarti bagi pemerintah untuk menertibkan sumbersumber nonbujeter di departemen dan menjadi sandaran kuat bagi publik dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mendorong kas partai politik lebih transparan dan akuntabel. Hasil kajian dan penelusuran Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa sejak Pemilu 1999, penggunaan alokasi dana taktis di departemen/ instansi pemerintah dan penggunaan jabatan politik untuk kepentingan pendanaan partai politik serta pemenangan pemilu sering terjadi (Badoh, Djani: 2007).

Pada Pemilu 1999, kasus korupsi dana Badan Urusan Logistik (Buloggate) dan skandal Bank Bali menunjukkan bahwa uang dari kelompok bisnis tertentu dan dari instansi pemerintah mengalir ke kas parpol.Laporan audit Price Waterhouse Coopers atas Bank Bali menemukan aliran dana sebesar Rp15 miliar ke Badan Pemenangan Pemilu Golkar. Dana sebesar Rp 40 miliar Bulog yang direncanakan untuk dibagikan bagi kaum miskin pun mengalir ke beberapa petinggi Golkar.

Kasus Dana DKP menjadi salah satu kasus yang menunjukkan bahwa dana pemenangan Pemilu 2004 juga banyak mengalir dari instansi pemerintah ke berbagai kekuatan Politik. Tidak hanya parpol dan tim kampanye pasangan calon presiden,calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pun mendapat sokongan dari dana DKP. Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Departemen Kelautan dan Perikanan mengakui bahwa tidak kurang dari 1.700 transaksi uang mengalir dari dana taktis DKP.Sebanyak 20% dari total dana DKP yang berjumlah Rp24 miliar mengalir tidak kurang dari empat partai politik besar.

Aturan Dana Parpol
Mengalirnya dana DKP menunjukkan bahwa parpol penerima dana ini tidak lagi mengindahkan aturan main yang mereka buat sendiri tentang keuangan parpol.Undang-Undang Partai Politik (UU No 31 tahun 2002) jelas-jelas melarang parpol menerima dana dari instansi pemerintah.Partai Politik tidak diperbolehkan meminta atau menerima dana dari instansi pemerintah, yakni BUMN, BUMD, badan usaha milik desa (BUMDES) atau dengan sebutan lainnya (Pasal 19 ayat (3) tentang Larangan).

Parpol hanya dapat menerima bantuan keuangan dari negara (subsidi) yang besarannya disesuaikan alokasi kursi di DPR/DPRD (maksimum Rp21 juta per kursi) sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah (PP No 29 tahun 2005). Sayangnya,aturan tentang larangan ini hanya diikuti sanksi administratif yang sangat ringan berupa teguran secara terbuka oleh KPU.

Rendahnya sanksi menyebabkan upaya membatasi selingkuh kepentingan antara parpol sebagai kekuatan politik dengan jabatan politik di ranah publik menjadi sangat lemah.Luasnya sebaran Dana DKP ke banyak parpol yang terfragmentasi sedemikian rupa menunjukkan rendahnya komitmen parpol dalam membatasi kasnya dari masuknya uang-uang haram.

Selain menerima dari sumber terlarang, parpol juga terbukti menerima jauh di atas batasan yang diizinkan Undang-Undang.Batasan sumbangan yang sah menurut hukum di dalam UU Parpol,termasuk iuran anggota dibatasi jumlah maksimumnya yang untuk individu sebesar Rp 200 juta dan badan hukum/perusahaan sebesar Rp800 juta untuk jangka waktu satu tahun (Pasal 18).Berdasarkan berkas perkara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dana yang diakui diberikan Rokhmin Dahuri kepada parpol jauh melampaui batas sumbangan individu.

Hal itu telah melanggar ketentuan dan dapat dijerat dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp200 juta (Pasal 28).Pasal yang sama juga mengatur sanksi yang dapat dikenai kepada pengurus parpol yang menerima sumbangan di atas ketentuan batasan maksimum dengan pidana kurungan maksimum enam bulan dan/atau pidana denda maksimum Rp500 juta.

Transparansi Kas Parpol
Mengalirnya dana tidak jelas ke kas parpol terkait erat dengan persoalan transparansi pencatatan keuangan parpol.Ironisnya,meski jumlah dana DKP ini jumlahnya cukup besar,hasil audit atas laporan keuangan partai politik pada 2004 tidak menemukan adanya aliran dana ini. Hal itu menunjukkan adanya upaya parpol menutupnutupi aliran dana ini dan bukti atas buruknya pencatatan,pelaporan,dan audit dana parpol.

Data hasil kajian ICW atas kepatuhan pencatatan,pelaporan,dan audit dana partai politik masih menunjukkan rendahnya komitmen partai politik untuk transparan dan akuntabel. Pada 2004,dari 48 parpol peserta pemilu,hanya 10 parpol yang melaporkan laporan keuangan tahunannya.Angka itu terus menurun pada 2005 menjadi 9 parpol dari 24 parpol peserta pemilu,begitu juga pada 2006.

Dari sedikitnya jumlah parpol yang melaporkan, hanya sebagian kecil yang dapat melaporkan dengan baik sesuai standar pencatatan dan pelaporan yang ditetapkan oleh KPU. Masuknya dana dari sumber-sumber haram harus dibendung dengan aturan yang tegas tentang akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan parpol.

Sanksi atas parpol yang terbukti menerima dana dari anggaran instansi pemerintah juga harus lebih berat, yaitu pemidanaan dan sanksi administratif dalam bentuk denda atau larangan mengikuti pemilu.Parpol diharapkan dapat transparan atas keuangannya tidak hanya di tingkatan pusat, juga ke daerah-daerah hingga kabupaten/ kota.

Bergulirnya pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung di daerah mengancam kas parpol di daerah dimasuki uang haram yang berkaitan dengan pencalonan kandidat atau kepentingan penguasa daerah,yang kerap menggunakan anggaran daerah (APBD) untuk kepentingan pemenangan pilkada.Skandal mengalirnya dana DKP harus menjadi bahan berharga bagi revisi UU Parpol yang bergulir di tim pemerintah.(*)

IBRAHIM FAHMY BADOH Manajer Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW)

Tulisan ini disalin dari Koran Sindo Sore, 8 Mei 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan