Tujuh Rekening Tabrani Diblokir; Tidak Mampu Bayar Uang Pengganti Rp 1,7 Triliun

Tabrani Ismail masih berurusan dengan kejaksaan. Setelah menangkap dan menjebloskan ke Lapas Cipinang, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI kini memburu kekayaannya. Gara-garanya, terpidana enam tahun kasus korupsi proyek Export Oriented Refinary (Exor) I Pertamina di Balongan itu belum menyetor uang pengganti USD 189,5 juta atau Rp 1,7 triliun.

Kepala Kejati DKI Darmono mengatakan, agar uang pengganti dibayar, kejaksaan telah mengajukan pemblokiran enam hingga tujuh rekening Tabrani, istri, dan anak-anaknya. Tetapi, izin pemblokirannya belum turun dari BI (Bank Indonesia), kata Darmono setelah mengikuti pengarahan dengan jaksa agung di gedung Kejagung kemarin.

Menurut taksiran kejaksaan, uang yang tersimpan pada rekening-rekening keluarga mantan direktur pengolahan Pertamina tersebut ratusan miliar rupiah.

Kejaksaan juga mengidentifikasi aset fisik milik keluarga Tabrani. Bentuknya, antara lain, beberapa tanah, bangunan, dan beberapa perusahaan atas nama Tabrani.

Saya nggak bisa menyebut aset apa saja yang ditelusuri. Yang pasti, kami berharap nilai aset tersebut setara dengan nilai uang pengganti, tegas jaksa senior yang pernah bertugas di Kejati Kalimantan Barat itu.

Darmono menegaskan, sejak ditangkap 14 Februari 2007, Tabrani belum sepeser pun membayar uang pengganti. Padahal, PN Jakarta Pusat memutuskan Tabrani harus mengganti kerugian negara yang ditimbulkannya.

Menurut Darmono, jika Tabrani tidak mau menyerahkan kekayaan, kejaksaan berencana menggugat perdata Tabrani dan keluarganya. Ini sesuai dengan ketentuan pasal-pasal yang didakwakan, kata Darmono.

Tabrani dijerat dengan UU No 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi. Berbeda dengan UU No 31 Tahun 1999, Tabrani dibebaskan dari deadline satu bulan untuk menyetor uang pengganti. Meski demikian, kejaksaan dapat mengajukan gugatan perdata jika dia tidak kooperatif membayar uang pengganti.

Darmono menambahkan, dalam gugatan perdata, Tabrani dianggap telah wanprestasi alias ingkar janji atas kewajiban membayar uang pengganti. Dasar gugatannya adalah pasal 1320 dan 1365 KUH Perdata. Saya optimistis, pengadilan nanti mengabulkan gugatan perdata kejaksaan, jelas Darmono. Selanjutnya, jika diputus kalah, putusan pengadilan akan dijadikan dasar untuk mengeksekusi seluruh aset milik keluarga Tabrani.

Wartawan koran ini berupaya menghubungi Ifan Tabrani, anak Tabrani. Tetapi, ponselnya dimatikan. Pengacara Tabrani, OC Kaligis, mengatakan, keluarga kliennya keberatan atas langkah kejaksaan memblokir seluruh rekeningnya. Kejaksaan juga dinilai tidak tepat membekukan aset Tabrani. Saat ini perkaranya kan masih sidang PK (peninjauan kembali) di PN Jakarta Pusat. Dan, dalam sidang tersebut, klien saya menegaskan, tidak ada kerugian negara dalam kasus Exor, jelas Kaligis yang saat dihubungi sedang berada di Guernsey, Inggris, kemarin.

Dia minta kejaksaan menunggu proses persidangan PK sebelum meminta kliennya membayar uang pengganti. Mahkamah Agung (MA) menghukum Tabrani dengan hukuman enam tahun penjara, denda Rp 30 juta, dan membayar uang pengganti USD 189,5 juta. Pria kelahiran Prabumulih itu kini mendekam di Lapas Cipinang. Nah, di tengah masa pemidanaan, Tabrani mengajukan PK atas putusan MA melalui PN Jakarta Pusat.

Nama Tabrani pernah melambung ketika kejaksaan menangkapnya semasa berstatus buron. Tabrani ditangkap sepulang dari kantornya di Wisma Mulia, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, 14 Februari 2007. Tabrani berstatus buron ketika melarikan diri saat dieksekusi kejaksaan pada 28 Agustus 2006. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 11 Mei 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan