Urgensi Kebijakan Afirmatif untuk Perempuan Rentan dan Terdampak Covid-19
Perempuan adalah salah satu kelompok rentan yang terdampak pandemi Covid-19. Beragam kebijakan dikeluarkan pemerintah untuk menyasar perempuan rentan sebagai penerima manfaat penanganan pandemi Covid-19. Menjawab tantangan, kondisi, serta kebutuhan perempuan rentan terdampak pandemi Covid-19 memang perlu dilakukan secara gotong-royong. Partisipasi dan pemberdayaan terhadap perempuan rentan menjadi pekerjaan rumah yang selalu ditunggu pelaksanaannya oleh masyarakat.
Pada Jumat, 19 Maret 2021, Indonesia Corruption Watch (ICW) melaksanakan diskusi publik dan media dengan topik “Perempuan dan Kebijakan Pandemi Covid-19”. Diskusi ini diselenggarakan untuk membuka wawasan dan perspektif mengenai kebijakan pemerintah untuk penanggulangan pandemi Covid-19 yang diperuntukkan bagi perempuan rentan. Tak hanya itu, diskusi yang disiarkan secara live dari laman facebook Sahabat ICW juga bertujuan untuk mendorong peran perempuan yang lebih aktif dalam mengawasi pemberian bantuan sosial.
Ada 4 narasumber dalam diskusi “Perempuan dan Kebijakan Covid-19” ini yakni Nurul Farijati, Sekretaris Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial RI; Ratna Susiawati, Staf Ahli Komunikasi Pembangunan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA); Wiwik Afifah, peneliti Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) wilayah Jawa Timur; dan Almas Sjafrina, peneliti ICW.
Kementerian Sosial memiliki program bantuan sosial sembako dan Bantuan Sosial Tunai (BST) yang diperuntukkan bagi perempuan. Berbasis keluarga, bantuan disalurkan kepada perempuan kepala keluarga atau pasangan keluarga atau anggota keluarga perempuan yang berusia di atas 17 tahun. Perempuan berperan sentral dalam pemanfaatan program bantuan sosial sebagai pemilik rekening.
Peran perempuan sebagai tulang punggung keluarga, ibu, pengajar, dan banyak peran lainnya masih harus ditambah kekerasan berbasis gender adalah beban perempuan di masa pandemi Covid-19. Penanggulangan bencana berbasis gender harus didasarkan pada kebutuhan praktis dan strategis yang tampak dalam jenis bantuan sosial yang diberikan Kementerian PPPA. Ketersediaan data terpilah menjadi sangat penting sebagai basis pelaksanaan stimulus ekonomi saat masa pandemi atau sebagai recovery pasca pandemi Covid-19. Beragam paket bantuan spesifik kelompok terdampak Covid-19 ditujukan kepada anak usia 5-17 tahun, balita usia 1-4 tahun, perempuan lansia, dan perempuan dewasa. Kebutuhan seperti sabun, vitamin, makanan tambahan, sanitary kit (sabun antiseptik dan masker), serta perlengkapan khusus seperti pampers dan pembalut menjadi area kerja sama Kementerian PPPA dengan kelompok usaha atau pengusaha yang juga terdampak Covid-19. Bertujuan memberikan bantuan berbasis gender, Kementerian PPPA juga sekaligus ingin memberdayakan usaha-usaha yang terdampak sebagai upaya sinergi multi pihak.
Selaras dengan kebijakan pandemi Covid-19 dalam dua kementerian di atas, KPI wilayah Jawa Timur merekomendasikan upaya gotong royong sebagai penanggulangan pandemi Covid-19. Kebijakan yang care kepada keluarga dan ekonomi pada akhirnya akan memandirikan para perempuan rentan terdampak pandemi Covid-19. Memantau pemberian dan distribusi bantuan sosial di Kota Surabaya, setidaknya pengarusutamaan gender mempertimbangkan faktor AKPM, yakni Akses, Kontrol, Partisipasi, dan Manfaat sudah diterapkan dalam memberikan bantuan sosial. Bantuan sembako dari Kementerian, dilengkapi dengan bantuan lainnya seperti abon, kering tempe, dan masker yang bekerjasama dengan Dinas PPPA Kota Surabaya, dengan dana dekonsentrasi yang ditransfer dari pusat. Informasi bantuan sosial dilakukan melalui akses pengumuman masjid, gereja, atau corong-corong dalam area tempat tinggal terkecil. Kolaborasi antar kementerian seperti Kementerian Sosial dan Kementerian PPPA dengan Kementerian Pertanian atau Perikanan menjadi hal yang ditunggu guna memandirikan penerima manfaat misalnya dengan pemberian bibit lele atau terong yang dimasukkan dalam jenis item bantuan sosial yang didistribusikan kepada masyarakat.
Selain rekomendasi KPI wilayah Jawa Timur, ICW juga merekomendasikan partisipasi perempuan dalam mengawasi pemberian dan distribusi bantuan sosial harus dimaksimalkan. Berperan lebih besar selain hanya sebagai penerima bantuan sosial, perempuan dapat diberdayakan sebagai pengawas kecurangan bantuan sosial. Pemantauan ICW di DKI Jakarta pada pertengahan tahun 2020, 65% pelapor kecurangan bantuan sosial adalah perempuan. Menempatkan perempuan sebagai korban, kecurangan bantuan sosial juga akan menjungkirbalikkan upaya perempuan dalam memenuhi kebutuhan pangan anggota keluarga jika bantuan sosial yang didapat tidak sesuai ketentuan dan berkualitas buruk.***
Jakarta, 19 Maret 2021
Indonesia Corruption Watch
Dewi Anggraeni – Almas Sjafrina