Vonis Kasus Suap di MA; Hakim Sutiyono Nilai Penipuan, Kuasa Hukum Sriyadi Tolak Penipuan

Tiga terdakwa kasus suap di tubuh Mahkamah Agung, Malem Pagi Sinuhadji, Sriyadi, dan Suhartoyo, divonis tiga tahun penjara. Empat hakim menilai ketiga terdakwa terbukti melakukan permufakatan jahat untuk memengaruhi hakim Bagir Manan yang menangani perkara kasasi Probosutedjo.

Sementara itu, hakim karier Sutiyono menilai ketiganya hanya melakukan penipuan.

Vonis ini dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi yang terdiri dari Kresna Menon, Sutiyono, I Made Hendra Kusumah, Dudu Duswara, Achmad Linoh, Jakarta, Rabu (28/6). Vonis untuk Malem Pagi dan Sriyadi dijatuhkan dalam sidang berbeda dengan sidang vonis atas Suhartoyo.

Malem Pagi dan Sriyadi menyatakan masih pikir-pikir untuk banding, sedangkan kuasa hukum Suhartoyo akan mengajukan banding karena vonis atas Suhartoyo sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum.

Meski vonis majelis hakim menilai ketiga terdakwa melakukan upaya permufakatan jahat untuk memengaruhi hakim Bagir Manan yang menangani perkara kasasi Probosutedjo, anggota majelis hakim Sutiyono menyampaikan pendapat berbeda. Menurut dia, perbuatan ketiga terdakwa bukan tindak pidana korupsi sehingga Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi tidak berwenang mengadili perkara ini. Ia menilai perbuatan ketiga terdakwa lebih tepat disebut penipuan.

Sutiyono mengatakan, perbuatan ketiga terdakwa yang menerima uang seharusnya tidak dikaitkan dengan korupsi, tetapi dengan upaya penipuan yang dilakukan Sudi Ahmad karena telah membohongi Harini Wijoso seolah-olah Pono Waluyo dan Sudi Ahmad sudah dihubungi untuk mengurus perkara kasasi Probosutedjo ini.

Bukan penipuan
Seusai persidangan, Kuasa hukum Sriyadi Soerjanto mengatakan, pendapat hakim Sutiyono tidak pas.

Ini bukan penipuan. Karena kalau penipuan, Sudi Ahmad tidak perlu capek-capek menghubungi Malem Pagi Sinuhadji, kemudian Malem Pagi menghubungi Sriyadi, dan selanjutnya Sriyadi menghubungi Abdul Hamid. Uang ini sudah bergerak keluar dari Probosutedjo, kemudian ke Harini Wijoso, Pono Waluyo, lalu ke Sudi Ahmad. Seharusnya, kalau Sudi Ahmad memang berniat menipu, uang itu sudah tetap saja berada di Sudi Ahmad dan dinikmati oleh dia, tetapi kenapa uang ini berpindah ke Malem Pagi dan Sriyadi. Jadi, menurut saya, uang yang bergerak ini tidak bisa disebut hanya penipuan, tegas Soerjanto.

Kuasa hukum Suhartoyo, M Jaya menyesalkan ketidakhadiran tiga hakim agung (Bagir Manan, Parman Suparman, dan Usman Karim) dalam persidangan Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi sebagai saksi.

Sebab dengan ketidakhadiran ketiga hakim agung ini, pembuktian terhadap perbuatan penipuan yang dilakukan para terdakwa tidak terlalu kuat karena tidak bisa dikonfirmasi kalau para terdakwa ini tidak punya akses ke para hakim agung, terutama Bagir Manan.

Ketidakhadiran ketiga hakim agung ini, terutama Pak Bagir Manan yang namanya selalu disebut-sebut di dalam pemeriksaan ini, sangatlah merugikan klien saya. Seandainya Bagir Manan, Parman Suparman, dan Usman Karim bersedia hadir di dalam persidangan ini, maka sulit dikonfirmasi kalau para terdakwa ini tidak punya akses tidak ke hakim agung. Saya akan sebutkan ketidakhadiran para hakim agung ini di dalam memori banding nanti, jelas Jaya. (VIN)

Sumber: Kompas, 29 Juni 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan