Vonis Let Let dan Walla Diperberat

Pengacara khawatir menimbulkan stigma koruptor bagi yang dituduh korupsi.

Majelis hakim kasasi tindak pidana korupsi yang dipimpin Ida Bagus Ngurah Adnyana menghukum lebih berat Kepala Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut M. Harun Let Let dan Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Tarcisius Walla. Majelis hakim memvonis Let Let sebelas tahun dan Walla delapan tahun penjara. Keduanya bersalah melakukan korupsi Rp 10,262 miliar dalam pengadaan tanah untuk Pelabuhan Tual, Maluku Tenggara, ujar Adnyana dalam sidang yang tidak dihadiri kedua terdakwa di ruang Wirjono, Mahkamah Agung, kemarin.

Vonis ini lebih berat dibanding putusan sebelumnya. Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Juni lalu menghukum keduanya masing-masing sembilan tahun dan tujuh tahun penjara. Adapun di tingkat pengadilan negeri, pada 25 April, mereka dijatuhi hukuman masing-masing delapan dan tujuh tahun penjara.

Selain vonis yang diperberat, Let Let dikenai pembayaran uang pengganti kerugian negara Rp 9,2 miliar. Adapun uang pengganti yang harus dibayar Walla Rp 1 miliar.

Menurut hakim kasasi, keduanya terbukti melanggar Keputusan Presiden Nomor 55/1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan. Let Let, kata Adnyana, membeli tanah dari warga Desa Uf, Danar, Pulau-pulau Key Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara, Rp 1.000 per meter persegi.

Let Let menyatakan, tanah itu diperuntukkan bagi pembangunan pelabuhan. Setelah tanah itu dibeli, kata hakim, kemudian dijual melalui Walla dengan harga yang melonjak menjadi Rp 75 ribu per meter persegi.

Namun, dalam kerangka acuan kerja untuk wilayah timur Indonesia tidak ada rencana pembangunan tersebut. Terdakwa tidak berhak menentukan daerah pelabuhan selain Menteri Perhubungan, ujar Adnyana.

Kedua terdakwa kemudian mengajukan usulan perubahan Daftar Isian Kegiatan Suplemen 2002 agar rencana pembangunan pelabuhan itu dimasukkan ke dalam anggaran. Usulan itu kemudian disetujui Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan.

Menurut majelis, perbuatan para terdakwa menguntungkan orang lain dan merugikan keuangan negara. Let Let terbukti mendapatkan uang Rp 1 miliar dari penjualan tanah tersebut dan sisanya dibagi-bagikan kepada pegawai Departemen Perhubungan lainnya.

Sugeng Teguh Santoso, pengacara kedua terdakwa, mengatakan, hukuman yang diperberat membuktikan pengadilan bukan mengadili, tapi menghukum orang yang dituduh korupsi. Saya khawatir akan menimbulkan stigma koruptor bagi yang dituduh korupsi, seperti terjadi pada kasus Partai Komunis Indonesia, ujarnya saat dihubungi. EDY CAN

Sumber: Koran Tempo, 17 November 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan