Wewenang PPATK Dinilai Tumpang-Tindih

Kepolisian menilai wewenang penyelidikan yang dilakukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam Rancangan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang tumpang-tindih dengan wewenang penyidikan. Wewenang itu antara lain mengenai penyadapan dan meminta keterangan pada pihak pelapor.

Itu sudah masuk area penyidikan. PPATK tidak bisa menangani tindak pidana asal. Penyadapan adalah wewenang yang diberikan kepada penyidik, kata Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Makbul Padmanagara saat rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah kemarin.

Pasal 43 rancangan undang-undang itu menyebut tim penyelidikan PPATK berwenang melakukan penyadapan komunikasi untuk analisis transaksi keuangan. Padahal, kata Makbul, selama ini dasar hukum pelaksanaan penyadapan adalah upaya penyidikan. Itu perlu dikaji ulang supaya tak menimbulkan kontradiksi dengan kewenangan penyidik, katanya.

Selain itu, kata Makbul, perlu juga diatur tentang mekanisme penyerahan hasil penyelidikan PPATK kepada penyidik tindak pidana asal. Itu diperlukan supaya ada kesamaan persepsi antara penyidik dan penyelidik PPATK tentang perlunya dilakukan penyidikan.

Dalam kesempatan itu, Makbul menyarankan Pasal 74 dihapuskan karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Dalam Pasal 74 dinyatakan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan pengadilan tidak perlu dibuktikan dulu tindak pidana asalnya. Ini rancu dengan Pasal 26 yang menyatakan tentang kejahatan asal, ujarnya.

Sementara itu, dari 421 laporan transaksi keuangan mencurigakan, Makbul mengatakan 44 laporan sudah dalam penyidikan, 307 dalam penyelidikan, dan 12 laporan dihentikan karena tidak cukup bukti. Sedangkan 39 laporan dihentikan karena tidak terbukti dan dilanjutkan sebanyak 13 laporan. Ada hambatan, seperti identitas palsu, ujarnya. Desy P

Sumber: Koran Tempo, 23 Mei 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan