Yusril Pernah Tawarkan Bantuan kepada Pontjo Sutowo

Hidayat Achjar mengaku tahu banyak kasus Hilton.

Pontjo Sutowo, terdakwa kasus korupsi perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton (sekarang Hotel The Sultan), menyatakan Menteri-Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra pernah menawarkan bantuan kepada dirinya.

Dia mengungkapkan Yusril mengenalkannya dengan Hidayat Achjar, pengacara dari Ihza & Ihza, firma hukum yang sebagian sahamnya dimiliki Yusril. Katanya mungkin bisa membantu persoalan yang saya hadapi, kata Pontjo menirukan tawaran Yusril dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin.

Presiden Direktur PT Indobuildco tersebut disidang dalam kasus yang merugikan negara Rp 1,7 triliun. Selain Pontjo, kuasa hukum Indobuildco yang mengurus izin perpanjangan HGB, Ali Mazi, disidang di tempat yang sama kemarin.

Pontjo mengaku mendatangi Yusril di kantornya pada 2006 untuk berkonsultasi tentang masalah Hilton. Saat itu status dirinya masih sebagai saksi dalam kasus tersebut. Sebelum mengenalkan Hidayat, Yusril menjelaskan soal banyaknya tuduhan bahwa instansinya telah membagi-bagi lahan Gelora Senayan. Agar pertanggungjawabannya tidak susah, Yusril meminta kasus HGB Hilton dicarikan jalan keluar. Saat itu juga Pontjo dikenalkan kepada Hidayat.

Kepada Pontjo, Hidayat mengatakan siap membantu mengurus kasusnya. Tapi bantuan ini urung direalisasi karena ada perbedaan pandangan. Meski tidak ada titik temu, Pontjo masih sempat menawari Hidayat melanjutkan kasus ini. Hidayat tidak memberikan jawaban dan hanya berjanji menghubungi dirinya. Pertemuan itu tidak ada follow up-nya sampai saya jadi tersangka, katanya.

Hidayat ketika dimintai konfirmasi membenarkan dirinya diperkenalkan kepada Pontjo oleh Yusril. Dia berada di ruang kerja Menteri-Sekretaris Negara karena dipanggil Yusril untuk suatu keperluan. Tapi bukan membicarakan kasus Hilton, ujarnya.

Dalam pertemuan selama 10 menit itu, Hidayat menyarankan agar Pontjo membayar hak pengelolaan lahan kepada negara. Setelah itu, bisa dibuat perjanjian ulang, katanya.

Hidayat mengatakan saran itu atas nama pribadi dan tidak ada kaitannya dengan tempat dia bekerja, firma hukum Ihza & Ihza. Hidayat mengaku tahu banyak soal kasus Hilton dan Indobuilco. Dia pernah dimintai pendapat hukum atas utang Indobuildco ke bank di India dan Amerika serta saat pembangunan Hotel Hilton yang kedua pada 1980-an.

Sementara itu, Menteri-Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra belum bisa dimintai konfirmasi terkait dengan masalah ini. Beberapa kali dihubungi, telepon selulernya tidak diangkat. Begitu pula dengan konfirmasi melalui pesan pendek yang juga tidak dijawab.

Kasus ini bermula ketika masa berlaku izin HGB Hilton yang terbit pada 1973 habis pada 2003. Untuk memperpanjang izin, Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta meminta Indobuildco melengkapi rekomendasi dari Menteri-Sekretaris Negara Muladi. Rekomendasi diperoleh dari Ali Rahman, Menteri-Sekretaris Negara di masa Presiden Abdurrahman Wahid. Padahal rekomendasi izin perpanjangan ini sudah dibekukan oleh Muladi sebelum diganti oleh Ali Rahman. IRMAWATI | FANNY FEBIANA

Sumber: Koran Tempo, 11 April 2007
------------
Rabu, 11 April 2007

Peradi Pertanyakan Kantor Hukum Ihza & Ihza

Sebelumnya, firma ini juga menangani pencairan dana Motorbike Limited milik Tommy Soeharto di BPN Paribas London.

Penggunaan nama Menteri-Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra di firma hukum Ihza & Ihza kembali dipersoalkan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Penggunaan nama orang yang bukan advokat ini maksudnya apa, kata Sekretaris Jenderal Peradi Harry Ponto di Jakarta kemarin.

Sorotan itu muncul terkait dengan persidangan terdakwa korupsi perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton di Pengadilan Negeri Jakarta kemarin. Nama Hidayat Achjar, pengacara dari Ihza & Ihza, sempat disebut oleh terdakwa Pontjo Sutowo, kendati akhirnya ia tak menangani kasus tersebut. Sebelumnya, firma ini juga menangani pencairan dana Motorbike Limited milik Tommy Soeharto di BPN Paribas London.

Harry mengatakan kasus-kasus besar yang ditangani Ihza & Ihza ini patut dipertanyakan. Meski demikian, Peradi tidak akan memvonis firma hukum ini telah menjual nama Yusril Ihza untuk menyelesaikan kasus yang ditanganinya.

Peradi juga tidak bisa menilai tindakan Yusril mengenalkan Hidayat Achjar kepada Pontjo Sutowo dalam kasus perpanjangan HGB Hilton sebagai pelanggaran kode etik profesi. Soalnya, Yusril bukan advokat, ujar Harry. Yang paling mungkin adalah menilai Yusril sebagai pejabat negara.

Sementara itu, Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Trimedya Panjaitan menilai apa yang dilakukan firma hukum Ihza & Ihza yang menawarkan diri menangani kasus Hilton sebagai hal yang wajar dan sah. Asalkan dilakukan dengan profesional, kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.

Menurut Trimedya, persoalan baru muncul jika ditemukan kejanggalan, seperti penyalahgunaan jabatan atau terjadi kolusi dalam prosesnya. Ia menyarankan agar Presiden Yudhoyono mengambil sikap atas reaksi yang berkembang di masyarakat berkaitan dengan firma hukum yang didirikan oleh salah seorang anggota kabinetnya.

Kolega Yusril, Hamdan Zulfa, tak mau berkomentar banyak soal kantor pengacara Yusril itu. Ia hanya menjelaskan bahwa Yusril tidak berpraktek di kantor hukum Ihza & Ihza. Dia dulu mendirikan saja, ujar Wakil Ketua Umum Partai Bintang Bulan ini. FANNY FEBIANA | GUNANTO ES

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan