ICW dan Jaringan Masyarakat Sipil Yogyakarta Gelar Ruang Temu Orang Muda; Bongkar Korupsi di Balik Transisi Energi dan Krisis Iklim

Yogyakarta, 08 Juli 2025 — Indonesian Corruption Watch (ICW) bersama sejumlah jaringan masyarakat sipil di Yogyakarta menyelenggarakan ruang temu publik bertajuk “Kamu Bertanya, Iqbal Damanik Menjawab! Seribu Tanya tentang Transisi Energi, Iklim, dan Korupsi Ekologis”, sebagai bagian dari seri diskusi Climate Corruption.
Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara ICW dengan Kabinet Transformasi BEM KM UGM 2025, Yayasan LKiS, Aksi Kamisan Yogyakarta, Social Movement Institute, Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fisipol UMY, Jampiklim, Kepal SPI, dan LPM Himmah UII. Organisasi di atas merupakan mitra jaringan gerakan antikorupsi ICW di wilayah Yogyakarta.
Dalam ruang temu ini, aktivis lingkungan dari Greenpeace Southeast Asia, Iqbal Damanik, hadir sebagai satu-satunya narasumber utama. Ia mengupas tuntas berbagai sisi gelap dari proyek transisi energi yang selama ini dibungkus dengan narasi “energi hijau.” Menurutnya, banyak proyek energi terbarukan justru memunculkan konflik agraria, dominasi korporasi, hingga potensi besar praktik korupsi.
“Transisi energi semestinya menjadi jalan keluar dari krisis iklim. Tapi kalau dikelola tanpa transparansi dan partisipasi publik, ia justru jadi alat baru bagi elite untuk menguasai sumber daya atas nama pembangunan hijau,” tegas Iqbal.
ICW mencatat bahwa sektor energi dan sumber daya alam merupakan salah satu sektor paling rawan korupsi dalam satu dekade terakhir. Manipulasi izin, rekayasa tender, dan aliran dana gelap terus menjadi masalah dalam proyek pembangkit listrik, kawasan industri hijau, serta tambang nikel, yang kerap diklaim sebagai bagian dari solusi energi masa depan.
Agenda ini dihadiri oleh oleh aktivis muda, pelajar, dan mahasiswa dari berbagai organisasi dan komunitas. Mereka datang dengan semangat kritis, menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tajam tentang relasi antara krisis iklim, ketimpangan kebijakan, dan strategi gerakan orang muda dalam menghadapi korupsi ekologis.
Salah satu peserta, mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada, bertanya, “Mengapa pemerintah tetap ngotot membangun industri hijau seperti smelter nikel, padahal masyarakat sekitar justru mengalami penggusuran dan kerusakan lingkungan?”
Peserta lain menyoroti lemahnya partisipasi publik, “Kalau semua keputusan soal transisi energi dibuat elite dan korporasi, kapan masyarakat bisa benar-benar terlibat?”
Melalui ruang temu ini, ICW bersama mitra lokal menegaskan pentingnya keterlibatan orang muda dalam pengawasan proyek transisi energi dan kebijakan iklim. ICW ingin anak muda tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga aktif terlibat, menggalang dukungan, dan bersama-sama mengawal isu krusial ini agar kebijakan yang diambil benar-benar transparan, adil, dan berpihak pada rakyat banyak.
“ICW mengajak orang muda untuk bersatu dalam gerakan antikorupsi dan keadilan iklim. Dengan kolaborasi yang kuat, kita bisa menjadikan suara kita didengar dan mendorong perubahan nyata dalam tata kelola sumber daya alam,” ujar Nisa selaku Program Manager Edukasi ICW.
Krisis iklim bukan hanya soal teknis, tapi juga masalah struktural yang erat kaitannya dengan ketimpangan kekuasaan dan korupsi tata kelola sumber daya alam. ICW percaya bahwa keberhasilan transisi energi yang adil dan berkelanjutan sangat bergantung pada partisipasi aktif generasi muda yang melakukan kerja-kerja kolaborasi.
(Eva Nurcahyani)